1 Q.S. AL-'AROF AYAT 204 : "Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat ." Penjelasan ayat ini bukan menunjukan dzikir dalam hati tapi dzikir yang terdengar atau dzikir keras. Namun, Ayat di atas seakan bertentangan dengan Al-Qur'an dan hadits yang lain tentang anjuran untuk berdzikir dalam hati seperti Q

Link Download contoh makalah tauhid MA’RIFATULLAH & MA’RIFATURASUL Dosen Pengampu Dr. Ela Hodijah N, S. Ag., M. Pd. I. MAKALAH Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Ilmu tauhid Oleh Kelompok 2 Rifa Rahmatul Karimah Oni Setiawan Selina Karentina SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM UNSAP SUMEDANG JAWA BARAT 2021 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelsaikan Makalah yang berjudul ” MA’RIFATULLAH & MA’RIFATURASUL ” ini adalah untuk mengetahui konsep mengenal allah dan rasul. Tujuan selanjutnya yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu tauhid yang merupakan salah satu mata kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam Sumedang Prodi Agama Islam. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang terlibat yang memberikan dukungan moril maupun materil sehingga makalah marifatullah dan marifaturasul ini dapat diselesaikan dengan baik. Meskipun telah berusaha menyelesaikan makalah dengan sebaik mungkin, penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah tentang marifatullah dan marifaturasul ini berguna bagi para pembaca dan semua pihak yang berkepentingan. Sumedang, 03 September 2021 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penulisan BAB II PEMBAHASAN Ma’rifatullah Ma’rifatur Rosul BAB III PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ma’rifat merupakan salah satu aspek dari kajian disiplin ilmu tasawuf yang disandarkan kepada sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadis atau sunnah yang tercermin dalam praktek kehidupan Rasulullah saw. Kata ma’rifat yang secara khusus menjadi konsep spiritual Islam di dalam al-Qur’an memang tidak ditemukan secara harfiah. Akan tetapi dapat digali makna ma’rifat yang menjadi inti kesufian dari subtansi berbagai pesan dalam al-Qur’an. Kata yang berakar dari arafa dalam keseluruhan al-Qur’an disebutkan sebanyak 71 Dari 71 kali penyebutan itulah dapat diketahui bahwa ma’rifat dalam term al-Qur’an memiliki banyak arti mengetahui, mengenal, sangat akrab, hubungan yang patut, hubungan yang baik, dan pengenalan berdasarkan pengetahuan mendalam. Maka jika semua pengertian itu dihimpun dalam satu pengertian, ma’rifat menurut subtansi al-Qur’an memiliki maksud sebagai pengenalan yang baik serta mendalam berdasarkan pengetahuan yang menyeluruh dan rinci. Sebagai buah dari hubungan yang sangat dekat dan baik. Ma’rifat merupakan pengetahuan eksperensial z\auqi yang disuntikan infused sangat berbeda dengan pengetahuan lainnya yang biasa didapatkan melalui metode rasional diskursif. Ia menangkap objeknya secara langsung, tidak melalui representasi, image atau simbol-simbol dari objek-objek penelitian. Seperti indra menangkap objeknya secara langsung, demikian juga hati atau intuisi menangkap objeknya juga secara langsung. Perbedaannya terletak pada jenis objeknya. Kalau objek indra adalah benda-benda yang bersifat indrawi sedangkan objekobjek intuisi adalah entitas-entitas spiritual. Dalam kedua modus pengetahuan ini manusia mengalami objek-objeknya secara langsung, dan kerena itu ma’rifat disebut dengan ilmu eksperensial, yang biasanya dikontraskan dengan pengetahuan melalui nalar. Rumusan Masalah 1. Jelaskan hal-hal mengenai Ma’rifatulloh? 2. Jelaskan hal- hal mengenai Ma’rifatul Rosul Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui konsep Ma’rifatulloh 2. Untuk mengetahui konsep Ma’rifatul Rosul BAB II PEMBAHASAN Ma’rifatullah Ma’rifatullah mengenal Allah bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas. Segelas susu yang dibuat seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu. Menurut Ibn Al Qayyim Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah orang-orang yang mengenali Allah adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”. Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah. 1. Ciri ciri dalam ma’rifatullah Seseorang dianggap ma’rifatullah mengenal Allah jika ia telah mengenali, a. Asma Allah b. Sifat Allah, dan c. af’al perbuatan Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam. Mengenal Alloh merupakan perkara fitrah bagi semua manusia yang berada didunia ini. Ilmu tentang mengenal Alloh merupakan ilmu yang paling agung dan mulia. Tak ada ilmu yang sebanding dan setara dengannya. Ia merupakan pondasi dan dasar segala ilmu. Imam Ibnul Qoyyim mengatakan, “Kemuliaan sebuah ilmu mengikuti kemuliaan objek yang dipelajarinya.”. Dan tentunya, tidak diragukan lagi bahwa pengetahuan yang paling mulia, paling agung dan paling utama adalah pengetahuan tentang Alloh di mana tiada ilah sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia semata, Robb semesta alam. Ilmu tentang Alloh adalah pokok dan sumber segala ilmu. Maka barangsiapa mengenal Alloh , dia akan mengenal yang selain-Nya dan barangsiapa yang jahil tentang Robb-nya, niscaya ia akan lebih jahil terhadap yang selainnya 2. Hakikat Ma’rifatullah Ibnul Qoyyim berkata, “Mengenal Alloh ada dua macam; a. ma’rifatu iqrar mengenal Alloh dalam bentuk pengakuan. Hal ini terjadi pada semua manusia, baik orang yang berbuat baik dan jahat ataupun orang yang taat dan bermaksiat. b. mengenal Alloh yang mengandung konsekuensi tumbuhnya rasa malu,cinta, keterkaitan hati, kerinduan jiwa, rasa takut, kembali, dan lari dari mahlukmenuju kepada-Nya. 3. Bentuk Ma’rifatullah Ibnu Qoyyim mengklasifikasikan manusia yang mengenal Alloh dalam dua kategori a. Kategori pertama adalah manusia secara umum, baik orang yang memiliki akidah dan moralitas yang lurus ataupun ma’rifat kepada Alloh semacam ini merupakan tingkatan dasar. Sehingga, tidak menghantarkan manusia untuk mewujudkan peribadatan kepada Alloh secara sempurna dan totalitas. b. Kategori kedua adalah manusia secara khusus, yaitu orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Alloh . Mereka mengenalAlloh dengan sebenar-benarnya. Dengan demikian, mampumelahirkan amal peribadatan hati dan anggota badannya. Merekamengenal Alloh bahwa Dia-lah Dzat yang menyiksa dengan siksaanyang pedih. Oleh karena itu, mereka takut untuk berbuat maksiatkepada-Nya sedikitpun. Apabila ada keinginan dan tekad untuk berbuat maksiat, maka mereka segera mengingat Alloh dan segera beristigfar serta bertaubat kepada-Nya. 4. Urgensi Ma’rifatullah a. Ma’rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan Hidup manusia selanjutnya. Karena ma’rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Ketiadaan ma’rifatullah membuat banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain binatang ternak. b. Ma’rifatullah adalah asas landasan perjalanan ruhiyyah spiritual manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang antara bersyukur dan Nabi Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidakterdapat pada siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi karunia ia bersyukur” Orang yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya. c. Dari Ma’rifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dari rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah. d. Dari Ma’rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh. e. Dari Ma’rifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah alamkubur dan kehidupan akherat 5. Sarana Ma’rifatullah a. Akal sehat Akal sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk ciptaanterhadap pengenalan al Khaliq pencipta seperti firman Allah Katakanlan “Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” QS 10101, atau QS 3 190-191. Sabda Nabi “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu” HR. Abu Nu’aim. b. Para rasul Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas- jelasnya tentang ma’rifatullah dan konsekuensi -konsekuensinya. Merekainilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah ; “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..” c. Mengenali asma nama dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Ma’rifatur Rosul Pengertian Ma’rifatur rasul yaitu mengetahui bahwasanya Muhammad adalah rasul Allah; penyampai ajaran dari Allah, beliau jujur benar di dalam menyampaikan ajarannya baik dalam masalah Iijab mewajibkan suatu perkara,Tahrim mengharamkan suatu perkara dan dalam mengabarkan tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau dan yang akan terjadi di masa mendatang di dunia, dialam barzakh dan alam akherat. 1. Ciri-ciri Rasulullah a. Memiliki sifat-sifat asasiyah. Sifat asasiyah ini terdiri dari sidiq, amanah, tablighdan fathanah. Sifat ini harus dimiliki oleh setiap rasul yang mengemban ataumembawa risalah dari Allah SWT. b. Memiliki mu’jizat. Salah satu contohnya adalah mu’jizat Rasulullah SAW ketika membelah bulan. Allah berfirman dalam QS. 54 1 – 2 “Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka orang-orangmusyrikin melihat sesuatu tanda mu`jizat, mereka berpaling dan berkata “Iniadalah sihir yang terus menerus“. c. Berita kedatanganya d. Berita kenabian. Setiap rasul senantiasa membawa perintah Allah untuk mengajakumatnya ke jalan yang baik. Perihal kerasulan mereka pun Allah al-Qur’an Allah berfirman QS. 7 158 e. Adanya hasil dari da’wah yang dilakukannya. Hal ini dapat kita lihat, pada hasil f. da’wah Rasulullah SAW yang dari segi kualitas, mereka memiliki keimanan yang sangat kokoh, tidak tergoyahkan oleh apapun juga. Kemudian dari segi kuantitas, jumlah mereka demikian banyaknya, tersebar ke seluruh pelosok jazirah Arab, bahkan melewati jazirah Arab. 2. Sifat-sifat Rasulullah a. Manusia sempurna Qs 1411 b. Terpelihara dari kesalahan Qs 5 67 c. Benar Qs 53 3-4 d. Cerdas Qs 48 27 e. Amanah Qs 69 44-46 f. Menyampaikan Qs 5 67 3. Hikmah Mempelajari Sirah Nabawiyah sarana Marifatullah Dalam konteks diri kita sebagai umat Nabi Muhammad Saw, maka setiap kita tentu saja harus mengenal beliau agar kita bisa meneladaninya, tapi upaya mengenal ini bukanlah sekedar mempelajarinya secara kronologis dari sebelum lahir hingga wafatnya, tapi juga harus dapat mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang terjadi, inilah hakikatnya memahami sirah Nabawiyah. Secara umum manfaat yang bisa kita petik hikmahnya dalam mengkaji dan memahami sirah nabawiyah, adalah a. Memahami pribadi Rasulullah saw. sebagai utusan Allah fahmu syakhshiyah ar-rasul. Dengan mengkaji sirah kita dapat memahami celah kehidupan Rasulullah individu maupun sebagai utusan Allah swt. Sehingga, kita tidak kelirumengenal pribadinya sebagaimana kaum orientalis memandang pribadi Nabi Muhammad saw. sebagai pribadi manusia biasa. “Hai nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.” Al-Ahzab 45-47. b. Mengetahui contoh teladan terbaik dalam menjalani kehidupan ini ma’rifatush shurati lil mutsulil a’la. Contoh teladan merupakan sesuatu yang penting dalam hidup ini sebagai patokan atau model ideal. Model hidup tersebut akan mudah kita dapati dalam kajian sirah nabawiyah yang menguraikan kepribadian Rasulullah saw. Yang penuh pesona dalam semua sisi. “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullahitu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah .” Al-Ahzab 21. c. Dapat memahami turunnya ayat-ayat Allah swt. al-f ahmu an-nuzuli aayatillah Mengkaji sirah dapat membantu kita untuk memahami kronologis ayat-ayatyang diturunkan Allah swt. Karena, banyak ayat baru dapat kita mengerti maksudnya setelah mengetahui peristiwa-peristiwa yang pernah dialami Rasulullah saw. atau sikap Rasulullah atas sebuah kejadian. Melalui kajian sirah nabawiyah itu kita dapat menyelami maksud dan suasana saat diturunkan suatu ayat. d. Memahami metodologi dakwah dan tarbiyah fahmu uslubid da’wah wat -tarbiyah. Kajian sirah juga dapat memperkaya pemahaman dan pengetahuan tentang metodologi pembinaan dan dakwah yang sangat berguna bagi para saw. dalam hidupnya telah berhasil mengarahkan manusia memperoleh kejayaan dengan metode yang beragam yang dapat dipakai dalam rumusan dakwah dan tarbiyah. e. Mengetahui peradaban umat Islam masa lalu ma’rifatul hadharatil islamiyatil madliyah. Sirah nabawiyah juga dapat menambah khazanah tsaqafah Islamiyah tentang peradaban masa lalu kaum muslimin dalam berbagai aspek. Sebagai gambaran konkret dari sejumlah prinsip dasar Islam yang pernah dialami generasi masa lalu. f. Menambah keimanan dan komitmen pada ajaran Islam tazwidul iman walintima’i lil islam. Sebagai salah satu ilmu Islam, diharapkan kajian sirah ini dapat menambah kualitas iman. Dengan mempelajari secara intens perjalanan hidup Rasulullah,diharapkan keyakinan dan komitmen akan nilai-nilai islam orang-orang yang mempelajarinya semakin kuat. Bahkan, mereka mau mengikuti jejak dakwah Rasulullah SAW. BAB III PENUTUP Kesimpulan Marifatullah adalah suatu konsep agar dapat mengenal Allah melalui sarana yang telah allah berikan kepada manusia dan merupakan ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya. Marifaturasul adalah suatu konsep untuk mengenal rasul mulai dari asal, tugas dan tujuan diciptakan rasul, sifat-sifatnya sehingga umatnya dapat mengenal lebih dalam dan dapat menjadikan rasul itu sebagai uswah dan contoh manusia terbaik dalam beribadah kepada Allah. Saran Pembahasan mengenai marifatullah dan marifaturasul sebaiknya harus dikaji lebih dalam lagi, karena sedikit sekali sumber yang dapat kami terima. Saran dari kelompok kami kepada dosen pengampu Mata kuliah ilmu tauhid untuk dapat menjelaskan secara detail. DAFTAR PUSTAKA Abdullah. “Maqamat Makrifat Hasan Al Basri dan Algazali.” Al-Fikr 2016. Affandi, C. La Tahzan Innallaha Ma’ana Bersama Allah di Setiap Tempat dan Waktu. Bandung PT. Mizan Pustaka, 2007. Al-Jailani, S. A. Al-Tashawwuf dalam Al-Gunyah Lithalibi. Edited by J. Rofarif and A. Irawan. Jakarta Zaman, 2012. Amin, S. M. Ilmu Tasawuf. Edited by A. Zirzis and N. Laily. Jakarta Amzah, 2012. Arsyad, A. Media Pembelajaran. Jakarta Rajawali Pers, 2011. B, Muhammad Rusmin. “Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam.” Jurnal Taklim 06, no. 01 200472–80.

Mencakupuraian tentang arti dua kalimat syahadat, hal-hal yang harus diimani, ma'rifatullah, bukti adanya Allah dan sifat-sifat-Nya, jawaban pertanyaan siapa Allah itu, mengenal nabi-nabi, dan sebab-sebab murtad. Bab Thoharoh dan shalat. Mencakup uraian tentang waktu-waktu shalat, kewajiban penguasa dan wali terkait shalat, rukun wudhu
Oleh Khaerunnisa TaqiyahMahasiswa STEI SEBIkhaerunnisataqiyah berasal dari bahasa arab yaitu yaitu mengetahui atau mengenal, maka dari kata ini kita sudah dapat menyimpulkan ma’rifatullah adalah mengenal Allah SWT. Mengapa kita harus mengenal Allah? Seperti dalam pepatah Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Kenapa bisa seperti itu? Karena pada dasarnya Setiap pada diri manusia ketika masih di dalam rahim mereka sudah bersaksi bahwa tiada tuhan selain dalam firmanNya yang artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah di atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.“ QS. Ar-Rum 30Maka dari itu kita sebagai seorang mu’min yang taat harus bisa mengenal Allah SWT. Tuhan kita, Rabb kita, sang Khaliq yang menciptakan kita, dunia dan seluruh isinya. Mengapa kita harus mengenal allah? Lagi-lagi pertanyaan ini keluar kembali, Karena dengan mengenal Allah SWT. Iman kita ter-charger, iman itu butuh di charger salah satunya dengan cara mengenal dengan mengenal Allah SWT, kita akan merasa lebih dekat kepada-Nya, dan akan berdampak pada ibadah kita nantinya. Contohnya kita menjadi lebih khusyuk dalam shalat, rajin bersedekah, dan mungkin juga yang tadinya tidak melaksanakan shalat sunnah menjadi melaksanakannya, dan lain cara ma’rifatullah? Apa saja tahap-tahap ma’rifatullah? Yaitu dengan menanam keyakinan kepada Allah SWT. Sebelum saya menjelaskan tentang menanam keyakinan kepada Allah SWT, saya ingin bertanya, apakah teman-teman sekalian tahu rukun iman? Ada berapakah rukun iman itu? Mengapa saya bertanya tentang ini??Saya akan menjawabnya dengan satu persatu, tapi tidak dengan pertanyaan pertama Karena pertanyaan itu untuk teman-teman sekalian. Saya langsung saja menjawab pertanyaan kedua, rukun iman itu ada 6, Karena rukun iman itu adalah salah satu tahap atau cara untuk mengenal Allah iman yang pertama adalah Iman Kepada Allah SWT. Iman Kepada Allah SWT, ketika kita bilang iman kepada Allah SWT, maka kita haruslah mentaati akan perintah allah dan menjauhi larangannya. Iman yang berati percaya, percaya kepada Allah SWT. Bahwa Allah SWT itu satu, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Seperti dalam firmannya “Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.“ QS. Al-Ikhlas 3Bagaimana cara mengenal Allah SWT dengan rukun islam yang pertama ini? Agar kita bisa mengenal dan mengetahui Allah SWT lebih dekat yaitu dengan caraMengetahui dan mengamalkan Asma Allah atau Asmaul Husna Nama-nama Baik AllahMengetahui dan mengamalkan Sifat-sifat AllahMengetahui dan mengamalkan Asma Allah atau Asmaul Husna Nama-nama Baik AllahAsmaul Husna yang artinya nama-nama baik Allah itu ada 99, yang berarti Allah memiliki 99 nama-nama yang baik bagi Allah. Contohnya Al-khaliq artinya yang Maha Menciptakan, Ar-razaq artinya yang Maha Pemberi Rizki, Al-Ghafuur artinya yang Maha Memberi Pengampun. Istilah Asmaul Husna Husna juga dikemukakan oleh Allah SWT dalam surah Thaha ayat 8 yang artinya “Dialah Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia. Dia mempunyai Asmaa’ul Husna nama-nama yang baik. “ QS. Thaha 8Dari ayat tersebut menjelaskan bahwa sudah sangatlah jelas Allah SWT memiliki 99 nama-nama yang baik, dan dari nama-nama yang baik itu kita bisa memuji-Nya untuk menyembah kepada Allah SWT yang berhak disembah selain-Nya. Baca juga 99 Asmaa’ul dan mengamalkan sifat-sifat Allah SWTTelah kita ketahui bahwa Allah SWT itu mempunyai sifa-sifat yang wajib kita ketahui yaitu terdiri dari sifat wajib bagi Allah SWT, sifat mustahil bagi Allah SWT, dan sifat jaiz bagi Allah SWT. Masing-masing sifat ada 20 yang wajib kita ketahui kecuali sifat jaiz bagi Allah SWT yang memiliki 1 sifat, dan dalam pendapat yang lain itu ada 3. Baca juga asma dan sifat Allah iman yang kedua adalah iman kepada para malaikat Allah SWTIman Kepada para malaikat Allah SWT dengan cara kita mentaati perintah Allah SWT, seperti halnya para malaikat yang selalu berbuat kebaikan, dan menjauhi larangan-Nya seperti mereka yang tak pernah melakukan kesalahan, membantah apalagi menunda sesuatu tanpa perintah Allah SWT. Iman Kepada para malaikat Allah SWT, walaupun kita tak dapat melihat mereka tapi kita harus meyakini bahwa malaikat itu ada dan diciptakan dari cahaya dan bukan Karena itu kita mengingkari adanya mereka, Karena Allah-lah yang menciptakan mereka. Baca juga iman kepada malaikat Allah SWTRukun iman yang ketiga yaitu iman kepada Rasul-rasul Allah SWTIman Kepada Rasul-rasul Allah SWT, yaitu percaya kepada mereka para rasul-rasul Allah SWT. Mengikuti dan mena’ati apa yang di perintahkan Allah padanya, menjauhi dan menghindari segala larangan-Nya. Rasul-rasul Allah juga hanyalah manusia biasa, mereka juga memiliki hawa nafsu, akal, pikiran dan hati yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga merasakan artinya lapar dan membedakan diri mereka dan kita adalah mereka orang-orang yang terpilih, terpelihara, terjaga, tertinggi derajatnya dibandingkan dengan manusia biasa seperti kita. Maka dari itu kita harus Mengikuti dan mena’ati perintah mereka, juga menjauhi dan menghindari larangan mereka.. Baik yang tertera dalam al-qur’an maupun yang hanya terucap dalam lisan maupun terlakukan oleh perbuatan. Baca juga iman kepada Rasul-rasul Allah iman yang keempat yaitu iman kepada kitab-kitab Allah SWTIman kepada kitab-kitab Allah SWT, percaya adanya kalamullah, yang di turunkan dan di sampaikan oleh rasul-rasul Allah, maksud dalam hal ini berarti percaya adanya larangan Allah, perintah Allah, ancaman dan pahala, adanya hukum syariat yang berada dalam kitab tersebut, terutama kitab Al-Qur’an. Al-Qur’an wajib kita mengenalnya, mengenalnya dalam artian bisa membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya, juga menghafalkannya jika memang mampu. Baca juga iman kepada kitab-kitab Allah iman yang kelima adalah iman kepada qadha dan qadhar Allah SWTIman kepada qadha dan qadhar, percaya kepada ketetapan Allah SWT, adalah salah satu wujud dalam ma’rifatullah percaya bahwa ketetapannya adalah salah satu pilihan yang terbaik untuk diri kita, terkadang manusia telah merencanakan tapi rencana Allah SWT. Adalah yang lebih baik, terkadang manusia menginginkan sesuatu yang menurut mereka itu baik untuk dirinya tetapi belum tentu menurut Allah itu baik untuk dirinya. Ketetapan Allah SWT ada yang bisa dirubah atau qadha yaitu seperti halnya dasarnya manusia itu dilahirkan tidak mengetahui apa-apa. Maka manusianya sendirilah yang akan membuat diri mereka menjadi pintar, cerdas, maupun bodoh. Tergantung bagaimana keinginan merekanya dan usahanya sendiri, jika mereka ingin tetapi tak ada usaha maka manusia tak akan memiliki perubahan pada dirinya, karena ulah mereka yang tak mau lagi dengan ketetapan Allah SWT. Yang tidak bisa dirubah atau qadhar seperti kematian, jodoh, dan ketika kita dilahirkan ke dunia kita tidak bisa memilih apa jenis kelamin kita, orang tua kita siapa, miskin kah… kaya kah… Semua itu tidak bisa kita ubah ketika kita terlahirkan, namun ketika kita sudah besar, sudah berilmu kita bisa saja mengubah yang tadinya hidup serba kekurangan menjadi usaha dan ikhtiar yang telah kita lalui. Jika kita tidak percaya dan tidak menerima semua ketetapan Allah SWT maka kita termasuk orang yang tidak beriman kepada Allah, kenapa? Karena itu salah satu cara mengenal Allah, beriman kepada allah adalah dengan percaya kepada ketetapan-Nya dan menerima-Nya cara untuk mengenal Allah SWT lebih dalam adalah dengan beriman kepada hari akhir. Beriman dan meyakini bahwa adanya hari akhir dan hari pembalasan adalah salah satu bukti bahwa kita hamba yang bertaqwa. Berikut adalah fase-fase hari akhir kiamatYaumul barzakh= hari penantian di alam kuburYaumul qiyamah= hari kiamatYaumul ba’ats= hari pembangkitanYaumul hasyr= hari berkumpulnya di padang mahsyarYaumul hisab= hari perhitunganYaumul mizan= hari penimbangan amalYaumul jaza’= hari pembalasanDari semua ini bahwasannya menuntun kita agar bisa lebih mengenal Allah SWT. Tuhan semesta alam, agar kita bisa memuhasabah diri kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi, baik dalam segi ketauhidan, ibadah, maupun keimanan. Untuk dalil rukun iman ini ada dalam firman Allah SWT yang artinya ”Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah.“ QS. Al-Kahfi 88. [] Ketikamembicarakan ma'rifatullah, artinya kita sedang membicarakan tentang Rabb, Malik, dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur'an adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa. Sedangkan kata Ilah mengandungi arti yang dicintai, yang ditakuti, dan juga sebagai sumber pengharapan. Mengenal Allah yang biasa disebut dengan ma’rifatullah berasal dari kata ma’rifah dan Allah. Ma’rifah berarti mengetahui, mengenal. Mengenal Allah bukan melalui dzat Allah tetapi mengenal-Nya lewat tanda-tanda kebesaran-Nya ayat-ayat-Nya. Mengenal Allah merupakan tahapan penting perjalanan diri manusia. Ma’rifatullah bukanlah mengenal dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenal sesuatu yang tidak terbatas. Menurut Ibnu al-Qayyim, ma’rifatullah yang dimaksudkan adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya. Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun dimaknai juga sebagai pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan ketika sahabat Rasulullah, Abu Bakar As-Shiddiq ditanya mengenai ma’rifat yang ada pada dirinya, ia berkata, “Sangat mustahil ma’rifat datang bukan karena ma’unah Allah”. Ia mengatakan bahwa ma’rifat tidak akan ditemukan pada panca indera manusia, tidak ada ukuran. Ma’rifat itu dekat tetapi jauh, jauh tetapi dekat. Tidak dapat diucapkan dan dinyatakan. Di bawahnya ada sesuatu Dialah Allah dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, tiada sesuatu yang dapat menyamai-Nya. Dialah dzat yang suci Allah Azza Wajalla. Sarana Ma’rifatullah 1 Akal Sehat Akal sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk ciptaan terhadap pengenalan al-Khaliq pencipta seperti firman Allah yang artinya “Katakanlah, perhatikan apa yang ada di langit dan di bumi! Tidaklah bermanfaat tanda-tanda kebesaran Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman. Yunus 101. Dan sabda Nabi Muhammad saw “Berpikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berpikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu. Abu Nu’aim. 2 Para Rasul Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya tentang ma’rifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenal Allah. 3 Asma dan Sifat Allah Mengenali asma nama dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Manfaat Mengenal Allah Sungguh pun al-Quran berbicara tentang masalah akidah dan tauhid seperti halnya mengenal Allah, namun al-Quran bukanlah ilmu aqa’id atau ilmu tauhid, karena masalah-masalah akidah dan tauhid tidak disusun secara sistematik sebagaimana halnya sebuah ilmu. Hal yang demikian sengaja dilakukan agar manusia bebas untuk mengembangkan nalarnya dalam mengenal Tuhan, dan al-Quran dengan caranya yang demikian itu, bahwa yang terpenting adalah bagaimana pengaruh dari mengenal Tuhan itu terhadap tumbuhnya akhlak yang mulia, moralitas yang tinggi, amal shaleh, dan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat dan terhadap Tuhan. Hal ini sejalan dengan prinsip ajaran Islam yang menjunjung tinggi aspek moralitas dan amal shaleh. Pertama-tama kita beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Iman itu melahirkan tata nilai berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa rabbaniyah, yaitu tata nilai yang wajib dijiwai oleh kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan Inna Lillahi Wa inna Ilaihi Raji’un, Sesunggnnuhnya kita berasal dari Tuhan dan kita akan kembali kepada-Nya. Tuhan adalah pencipta semua wujud yang lahir dan batin, dan Dia telah menciptakan manusia sebagai puncak ciptaan, untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Karena itu, manusia harus berbuat sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan kepada-Nya, baik di dunia ini, maupun khususnya, kelak dalam pengadilan Ilahi di akhirat. Orang muslim berpandangan bahwa demi kesejahteraan dan keselamatan mereka sendiri di dunia dan di akhirat, mereka harus bersikap pasrah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berbuat baik kepada sesama manusia. Sikap berserah diri kepada Tuhan berislam mengandung beberapa konsekuensi. Cara Berma’rifat Untuk berma’rifat kepada Allah Swt mempunyai dua cara yaitu Pertama, dengan menggunakan akal pikiran dan memeriksa secara teliti ciptaan Allah yang berupa benda-benda yang beraneka ragam ini. Kedua, dengan mengetahui nama-nama Allah serta sifat-sifat-Nya. Dengan optimalisasi peran akal pikiran dan mema’rifati nama-nama serta sifat-sifat Allah, maka seseorang akan dapat berma’rifat kepada Tuhan dan ia akan memproleh petunjuk ke arah itu. Pandangan Ulama Tentang Ma’rifat Al-Muhasibi ma’rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang didasarkan pada kitab dan sunnah. Al-Muhasibi juga menjelaskan tahapan-tahapan ma’rifat sebagai berikut Taat; awal dari kecintaan kepada Allah, menurut Al-Muhasibi tampak dari ketaatan. Taat tiada lain adalah wujud konkrit kecintaan seorang hamba kepada Allah. Kecintaan kepada Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan ketaatan, bukan sekadar ungkapan kecintaan semata lewat lisan. Mengekspresikan kecintaan kepada Allah hanya dengan ungkapan-ungkapan, tanpa pengalaman merupakan kepalsuan semata. Di antara implementasi kecintaan kepada Allah adalah memenuhi hati dengan sinar. Sinar ini kemudian melimpah pada lidah dan anggota tubuh yang lain. Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan tahap ma’rifat selanjutnya. Pada tahap berikutnya, Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan kegaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap di atas. Ia akan menyaksikan berbagai rahasia yang selama ini disimpan Allah. Terakhir, sampailah pada tahapan, sebagaimana yang dikatakan oleh kaum sufi dengan fana yang menyebabkan baqa. Dzun nun Al-Mishri Sesungguhnya ma’rifah yang hakiki adalah bukan ilmu tentang keesaan Tuhan sebagaimana yang telah dipercayai oleh orang-orang mukmin. Ia juga bukan ilmu-ilmu burhan dan nazhar milik para hakim, mutakallimin ahli balaghah. Akan tetapi, ia adalah al-ma’rifah kepada keesaan Tuhan yang khusus dimiliki para wali Allah sebab mereka adalah orang yang menyaksikan Allah dengan mata hatinya, maka terbukalah baginya apa yang tidak dibukakan untuk hamba-hambanya yang lain. Al-ma’rifah yang ia pahami adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya ma’rifah yang murni, seperti matahari tak dapat dilihat kecuali dengan cahaya. Kedekatan hamba kepada Sang Rahman menafikan dirinya sendiri. Lebur fana dalam kekuasaannya, berbicara dengan ilmu yang telah diletakkan Allah pada lidah mereka, melihat dengan penglihatan Allah, dan berbuat dengan pebuatan Allah. Imam Al-Ghazali ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Allah tentang segala yang ada. Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali membedakan jalan pengetahuan sampai kepada Tuhan bagi orang awam, ulama dan orang sufi. Oleh karena itu, ia membuat perumpamaan tentang keyakinan bahwa si fulan ada di dalam rumah, dengan mengikuti perkataan seorang bahwa si fulan berada di rumah tanpa menyelidiki lagi. Bagi para ulama keyakinan adalah ibarat si fulan di rumah, dibangun atas dasar ada tanda-tandanya seperti ada suara si fulan walaupun tidak kelihatan orangnya. Sementara orang arif tidak hanya melihat tanda-tandanya melalui suara di balik dinding, lebih jauh dari itu, ia pun memasuki rumah dan menyaksikan dengan mata kepalanya, bahwa si fulan benar-benar berada di rumah. Ma’rifat seorang sufi tidak dihalangi hijab, sebagaimana ia melihat si fulan berada di rumah dengan mata kepalanya sendiri. Ringkasnya, ma’rifat menurut al-Ghazali tidak seperti ma’rifat menurut orang awam maupun ma’rifat para ulama, tetapi ma’rifat sufi dibangun atas dasar dzauq rohani dan kasyif ilahi. Ma’rifat semacam ini dapat dicapai oleh para khawash aulia tanpa melalui perantara langsung dari Allah, sebagaimana ilmu kenabian yang langsung diperoleh dari Allah, walaupun dari segi perolehan ilmu ini berbeda antara nabi dan wali. Nabi mendapat ilmu Allah melalui perantara malaikat allah, sedangkan para wali mendapatkan ilmu dari ilham. Meskipun demikian, kedua-duanya sama-sama memperoleh ilmu dari Allah. _ _ _ _ _ _ _ _ _ Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂 Silakan bagi share ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat! Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Baca panduannya di sini! Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook di sini! [zombify_post] Ada4 tingkatan ilmu makrifat, yaitu : 1. Ilmu Syariat Syara'a artinya jalan, dapat dimaksudkan sebagai hukum, metode. Syariat ini tertuang didalam hukum-hukum fikih yang harus dipahami dan dikerjakan sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Tingkatan kesadaran: ada milikku, ada milikmu. 2.

Catatan 1. 2. Buku KAIS I tentang Ma’rifatullah ini hanya bersifat referensi dan pembantu semata untuk menambah wawasan tentang ma’rifatullah. Untuk teknis penyampaian materi diserahkan kepada tiap kakak bina karena tiap orang mempunyai cara penyampain sendiri, akan tetapi harus mengikuti kepada poin – poin silabus yang telah dibuat dan tujuan dari KAIS tentang ma’rifatullah harus tercapai. BAB I PENTINGNYA MENGENAL ALLAH AHAMMIYYATU MA’RIFATULLAH Definisi Ma’rifatullah Secara bahasa ma’rifatullah artinya yaitu mengenal Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagai muslim, istilah mengenal hanya tidak cukup tapi istilah ma’rifatullah dapat diartikan mengenal Allah Azza wa Jalla dengan nama – nama-Nya yang maha indah, sifat – sifat-Nya yang maha terpuji sebagaimana dijelaskan dalam Al – Qur’an dan hadist tanpa at-tahrîf menyelewengkan maknanya yang benar, at-ta’thîl menolak/ mengingkarinya, at-takyîf membagaimanakannya dan at-tamtsîl menyerupakannya dengan makhluk. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata, “Kita tidak boleh menyifati Allâh Azza wa Jalla kecuali dengan sifat yang Dia Subhanahu wa Ta’ala tetapkan untuk diri-Nya dalam al-Qur’ân dan yang ditetapkan oleh rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam dalam haditshadits yang shahih, kita tidak boleh melampaui al-Qur’ân dan hadits.” Dinukil oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmû’ul Fatâwâ 5/26. Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ma’rifatullâh yang benar adalah mengenal zat-Nya, mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta mengenal perbuatan-perbuatan-Nya.” Dinukil oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmû’ul Fatâwâ 17/104. Tidak akan mungkin seorang hamba bisa beribadah kepada-Nya dengan rasa cinta, mengharapkan rahmat-Nya dan takut terhadap siksaan-Nya tanpa dia mengenal kemahaindahan nama-nama-Nya dan kemahasempurnaan sifat-sifat-Nya yang semua ini menunjukkan betapa Allâh maha agung dan maha tinggi. Dia satu-satunya yang berhak dibadahi dan tidak ada sembahan yang benar kecuali Dia Azza wa Jalla. Lihat kitab Fiqhul Asmâ-il Husnâ, hlm. 10. Salah seorang Ulama salaf mengungkapkan makna ini dalam ucapannya, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka pada akhirnya akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini.” Lalu ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini ?” Ulama itu menjawab, “Cinta kepada Allâh, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.” Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Ighâtsatul Lahfân 1/72. Ahammiyah Ma'rifatullah Pentingnya mengenal Allah Ada Riwayat yang menyatakan bahwa hal pertama yang harus dilaksanakan dalam agama adalah mengenal Allah awwaluddin ma'rifatullah. Dengan mengenal Allah, kita akan mengenal diri. Siapakah kita? Bagaimana kedudukan kita dibandingkan dengan makhlukmakhluk lain? Apakah sama misi hidup kita dengan binatang? Apakah tanggungjawab kita dan ke manakah akhir hidup kita? Semua pertanyaan itu akan terjawab secara tepat setelah kita mengenal Allah sebagai Rabb dan Ilah Yang Mencipta, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan dan seterusnya. Dengan mengenal Allah, kita akan mendapatkan banyak keuntungan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu sangat perlu kita mengenal Allah. Selain itu, perlunya mengenal Allah karena begitu banyak dalil yang terhampar di sekitar kita yang tidak mungkin dinafikan baik secara akal sehat ataupun dengan berbagai pendekatan ilmu. a. Mengenal Allah hukumnya wajib Artinya “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah sesembahan, tuhan selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” QS. Muhammad 47 19 Ayat diatas mengarahkan kepada kita dengan kalimat "Fa'lam annahu" ketahuilah oleh mu bahwasanya tidak ada ilah selain Allah dan minta ampunlah untuk dosamu dan untuk mukminin dan mukminat. Apabila Al – Qur’an menggunakan sighah amar perintah maka wajib bagi kita menyambut perintah tersebut. Dalam konteks ini, mengetahui atau mengenali Allah makrifatullah adalah wajib. b. Allah menyatakan bahwa tiada tuhan melainkan Allah. Artinya “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia yang berhak disembah, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan yang demikian itu. Tak ada Tuhan melainkan Dia yang berhak disembah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. Ali Imran 3 18 Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan melainkan Dia dan telah mengakui pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu sedang Allah berdiri dengan keadilan. Tidak ada tuhan melainkan Dia Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. c. Allah menjanjikan bagi hamba-Nya yang mengingkari Allah dengan api neraka. Artinya “Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah "Apakah akan aku kabarkan kepadamu yang lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?" Allah telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali. Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pulalah yang disembah.” QS. Al – Hajj 22 72 -73 Allah telah menjanjikan mereka yang mengingkari ayat-ayat Allah dengan api neraka. Karena itu mengenal Allah dengan mentadaburi ayat – ayat-Nya adalah sangat penting dan utama agar selamat dari api neraka. d. Mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya Artinya “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” QS. Az – Zumar 39 67 Orang-orang kafir tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenarnya karena mereka salah dalam mengenal Allah. Ayat ini mengajak kita agar tidak salah mengagungkan terhadap hakikat ketuhanan Allah yang sebenarnya. Oleh karena itu kita harus shahih dan tepat dalam ma’rifatullah. Tema Pembahasan ma’rifatullah Pembahasan mengenai ma’rifatullah adalah berbicara tentang Rabb, Malik, Ilah dan Asma wa Sifat. Kata Rabb dalam Al – Qur’an berarti bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa. Kata Malik berarti bahwa Allah sebagai Raja. Kata Ilah mengandung arti bahwa Allah-lah yang paling dicintai, paling ditakuti dan sebagai sumber pengharapan. Dan kalimat Asma wa Sifat menerengkan bahwa dalam mengenai Allah dengan nama – nama dan sifat – sifat-Nya. Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ma’rifatullâh yang benar adalah mengenal zat-Nya, mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta mengenal perbuatanperbuatan-Nya.” Dinukil oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmû’ul Fatâwâ 17/104. Manfaat Ma’rifatullah Hasil dari pengenalan kepada Allah adalah bertambahnya iman dan takwa sehingga mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akherat. Dengan mengenal Allah maka kita akan mendapatkan beberapa manfaat seperti a. Al Hurriyah Kebebasan Mengenal Allah berarti menyerahkan dirinya dan semua urusannya kepada Allah. Dengan mengenal Allah akan timbul keyakinan kepada taqdir dan menjadikan diri kita hanya bergantung kepada sang Pencipta saja. Dengan demikian kita menjadi bebas dari segala tuntutan hawa nafsu yang dapat membelenggu diri kita dan juga lepas dari segala ikatan yang membuat kita sangat bergantung dan menjadi tidak aman. Artinya “Orang – orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman syirik, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” QS. Al – An’aam 6 82 b. Thuma’ninah Memberikan ketenangan Mengenal Allah akan menuntut kita untuk ingat kepadaNya melalui dzikir dan menjalankan ibadah. Ketenangan akan diperoleh dengan mengingatNya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang yang beriman akan mendapatkan ketentraman hati. Bahkan dalam surat yang lain disebutkan bahwa hanya dengan mengenal Allah, hati menjadi tenang. Cara lain selain mengingat Allah, hati belum tentu tenang dan tentram. Dengan demikian kepentingan kita mengenal Allah adalah untuk kepentingan kita sendiri. Artinya “yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” QS. Ar – Ra’d 13 28 c. Al Barakat Keberkahan Allah akan melimpahkan keberkahan kepada manusia yang beriman dan bertaqwa, ini merupakan janji Allah. Iman dan taqwa hanya diperoleh dari pengenalan dan pemahaman kita kepada Allah dan kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Artinya “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” QS. Al – A’raaf 7 96 d. Al Hayatul Thayibah kehidupan yang baik Kehidupan yang baik untuk diukur dari materi. Banyak mereka yang mempunyai kecukupan dan kelebihan materi tetapi tidak mendapatkan kehidupan yang baik. Hidup mereka susah, tidak tenang, tidak tentram, gelisah dan merasakan kekurangan terus menerus. Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang tenang walaupun tidak mempunyai kecukupan materi, kita mempunyai kedamaian hati. Dapat mengatasi berbagai masalah kehidupan manusia dan dunia dengan iman dan amal shaleh. Artinya “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” QS. An – Nahl 16 97 e. Al Jannah Syurga Kepentingan mengenal Allah juga akan mengantarkan kita ke surga. Mengimani Allah mesti diikuti dengan melaksanakan amal shaleh. Misalnya kita telah mengenal Allah tentang berbagai kebaikanNya yang diberikan kepada manusia seperti rezki, kesehatan, kehidupan, anak, pekerjaan, makan, minum dan banyak lagi kebaikan Allah lainnya. Dengan mengenal kebaikan Allah maka sangat tidak wajar kita tidak berterima kasih dan tidak bersyukur kepada Allah, oleh karena itu rasa syukur kita perlu diwujudkan dalam amal shaleh dan ibadah. Artinya “Allah menyeru manusia ke Darussalam surga, dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus Islam. Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik surga dan tambahannya kenikmatan melihat Allah. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak pula kehinaan. Mereka itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya.” QS. Yunus 10 25 – 26 f. Nardhatillah Keridhaan Allah Seorang yang mengenal Allah akan selalu mengharap ridha-Nya dalam setiap perbuatannya, dalam perjalanan hidupnya ia tidak akan berbuat sesuatu kecuali bila hal itu diridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Lain halnya dengan orang yang tidak mengenal Allah. Ia berbuat berdasarkan kemauan syahwat dan kehendak hawa nafsunya. Jadilah hawa nafsunya Tuhan selain Allah, yang memerintah dan melarangnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan ridha kepada kita apabila kita ridha menjalankan semua perintah-Nya. Salah satu bentuk keridhaan Allah kepada hamba-Nya adalah dengan memberikan tiket ke syurga-Nya. Artinya “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” QS. Al – Bayyinah 98 8 BAB II CARA MENUJU MA’RIFATULLAH ATHTHARIIQ ILA MA’RIFATILLAH Memahami bahwa Jalan mengenal Allah adalah melalui ayat-ayat-Nya Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak menampilkan wujud Dzatnya Yang Maha Hebat di hadapan makhluk-makhluknya secara langsung dan dapat dilihat seperti kita melihat sesama makhluk. Maka, segala sesuatu yang tampak dan dapat dilihat dengan mata kepala kita, pasti itu bukan tuhan. Allah menganjurkan kepada manusia untuk mengikuti Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam supaya berpikir tentang makhluk-makhluk Allah. Jangan sekali-kali berpikir tentang Dzat Allah. Makhluk-makhluk yang menjadi tanda kebesaran dan keagungan Allah inilah yang disarankan di dalam banyak ayat Al-Qur’an agar menjadi bahan berpikir tentang kebesaran Allah. Ayat-ayat Ayat-ayat Allah yang bisa kita saksikan ada dua macam a. Ayat Allah yang ada di Al-Qur’an Ayat Qauliyah. b. Ayat Allah yang ada di alam semesta Ayat Qauniyah. a. Ayat Qauliyah Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, ajaran-ajaran konsep hidup, peraturan yang lengkap adalah merupakan mu'jizat yang nyata yang menunjukan akan adanya Allah. Artinya “Demi buah Tin dan buah Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota Mekah ini yang aman; sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya neraka”. QS. At – Tin 95 1 – 5 b. Ayat Qauniyah Ayat kauniah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan sebagainya yang ada di dalam alam ini. Oleh karena alam ini hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturan-Nya yang unik, maka ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya. Hal tersebut dapat dilihat pada QS. Nuh 41 53 berikut Artinya “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”. QS. Nuh 41 53 Sesungguhnya banyak sekali fenomena – fenomena yang yang menunjukkan kebesaran Allah. Di antara sesuatu yang wajib diterima akal adalah bahwa setiap sesuatu yang ada pasti ada yang mengadakan. Begitu juga alam semesta ini, tentu ada yang menjadikannya. Artinya “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri?” QS. Ath – Thuur 52 35 Artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati kering-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan.” QS. Al – Baqarah 2 164 Artinya “Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin. Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” QS. Adz – Dzaariyat 51 20 – 21 Metode Islam Memahami pendekatan dalam mengenal Allah menggunakan metode Islam, diantaranya sebagai berikut a. Naqli dan Akal Islam menghargai nilai akal yang dimiliki manusia. Karena dengan sarana akal ini, manusia mampu berpikir dan memilih antara yang benar atau salah. Walau begitu, dengan akal semata-mata tanpa panduan dari Pencipta akal, pencapai pemikiran manusia cukup terbatas. Apa lagi jika dicampurkan dengan unsur anasir hawa nafsu dan zhan prasangka. Gabungan antara kemampuan akal dan panduan dari Penciptanya akan menghasilkan pengenalan yang tepat dan mantap terhadap Allah swt. Maka, menjadi satu kesalahan besar apabila manusia tidak menggunakan akalnya untuk berpikir. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an, diantaranya Artinya “Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. Katakanlah, “Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” QS. Yunus 10 100-101 Artinya “Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang yang mempunyai akal; yaitu orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.” QS. Ath-Thalaaq 65 10 Artinya “Dan mereka berkata, “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan peringatan itu niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” QS. Al-Mulk 67 10 b. Tasdiq membenarkan Hasil dari berpikir dan meneliti secara terus menurut pedoman-pedoman yang sewajarnya, akan mencetuskan rasa kebenaran, kehebatan dan keagungan Allah. Boleh jadi ia berbetulan dengan firman Allah di An-Najm 53 11 yang berbunyi, “Tiadalah hatinya mendustakan mengingkari apa-apa yang dilihatnya. Hati mula membenarkan dan akur kepada kebijaksanaan Tuhan.” Artinya “ Yaitu Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.” QS. Ali Imran 3 191 Artinya “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” QS. Qaf 50 37 c. Menghasilkan Iman. Metode pengenalan kepada Allah yang dibawa oleh Islam ini cukup efektif secara berurutan sehingga akhirnya menghasilkan keimanan sejati kepada Allah Azza Wa Jalla. Iman seseorang bisa dikatakan bagus dengan salah satunya beriman kepada Allah. Unsur iman merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Metode Selain Islam Pemikiran berkenaan theologi dan ketuhanan banyak juga dibawa oleh pemikir-pemikir dari penjuru dunia, tetapi tidak berlandaskan kepada metoda yang sebenarnya. Kebanyakannya berlandaskan duga-dugaan, sangka-sangkaan, dan hawa nafsu. Pastinya metoda itu tidak akan sampai kepada tujuan natijah yang sebenar karena bayang-bayang khayalan tetap menghantui pemikiran mereka. Ada tuhan angin, tuhan api, tuhan air yang berasingan dengan rupa-rupa yang berbeda seperti yang digambarkan oleh Hindu, Budha, dan seumpamanya. a. Dugaan dan Hawa Nafsu Dua unsur utama dalam metoda mengenal tuhan yang tidak berlandaskan disiplin yang benar adalah sangka-sangkaan dan juga hawa nafsu. Campur tangan dua unsur ini sangat tidak mungkin untuk mencapai natijah yang tepat dan shahih. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an, diantaranya Artinya “Dan ingatlah, ketika kamu berkata, “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang,” karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya.” QS. Al-Baqarah 2 55 Artinya “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.” QS. Yunus 10 36 Artinya “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu Al-Qur’an sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS. Al-An’am 6 115 b. Ragu-Ragu Apabila jalan yang dilalui tidak jelas dan tidak tepat, maka hasil yang didapati juga sangat tidak meyakinkan. Mungkin ada hasil yang didapati, tetapi bukan hasil yang sebenarnya. Bagaimanakah kita ingin mengenal Allah tetapi kaidah pengenalan yang kita gunakan tidak menurut neraca dan panduan yang telah ditetapkan oleh Allah. Kadangkala Umar bin Khattab tersenyum sendiri mengenangkan kebodohannya menyembah patung yang dibuatnya sendiri dari gandum sewaktu jahiliyah. Apabila terasa lapar, dimakannya pujaan itu. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an, diantaranya Artinya “Dan senantiasalah orang-orang kafir itu berada dalam keragu-raguan terhadap Al-Qur’an, hingga datang kepada mereka saat kematiannya dengan tiba-tiba atau datang kepada mereka azab hari kiamat.” QS. Al – Hajj 22 55 Artinya “Apakah ketidak datangan mereka itu karena dalam hati mereka ada penyakit, atau karena mereka ragu-ragu, ataukah karena takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.” QS. An-Nur 24 50 c. Berakibat Kufur Semua metoda pengenalan yang tidak berasaskan cara yang dianjurkan oleh Islam, yaitu mengikuti aqli dan naqli, akan membawa ke jalan kekufuran terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kufur secara bahasa berarti menutupi. Sedangkan menurut syara', kufur adalah tidak beriman kepada Allah Subhanahu waTa’ala dan RasulNya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya. BAB III PENGHALANG MENGENAL ALLAH AL MAWANI’ FII MA’RIFATULLAH Artinya Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab "Betul Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi". Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan "Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini keesaan Tuhan" QS. Al A’raf 7 172 Secara fitrah, semua manusia telah bersaksi bahwa Allah adalah tuhannya, jauh sebelum ia dilahirkan. Yang menghalangi manusia dari mengenal Allah adalah sifat-sifat manusia itu sendiri seperti yang Allah sebutkan dalam Qur’an . Artinya “Maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya jiwa itu” QS. Asy Syam 91 8 – 9 Sifat-sifat penghalang mengenal Allah berasal dari 2 sumber 1. Sifat yang berasal dari penyakit syahwat - Fasiq Yaitu sifat seorang muslim yang secara sedar melanggar ajaran Allah Islam atau dengan kata lain orang tersebut percaya akan adanya Allah, percaya akan kebenaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW tetapi dalam tindak perbuatannya mereka mengingkari terhadap Allah SWT dan hukumNya, selalu berbuat kerosakan dan kemaksiatan. Artinya “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orangorang yang fasik. yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” QS. Al – Baqarah 2 26 – 27 - Artinya “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” QS. Al Hasyr 59 19 Sombong Sombong adalah sifat yang menganggap dirinya lebih dengan meremehkan orang lain. karenanya orang yang takabbur itu seringkali menolak kebenaran, apalagi bila kebenaran itu datang dari orang yang kedudukannya lebih rendah dari dirinya. Artinya “Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari keesaaan Allah, sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong.” QS. An Nahl 16 22 Artinya Allah berfirman "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada Adam di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah." QS. Al A’raf 7 12 Artinya “Yaitu orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan bagi mereka di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenangwenang.” - QS. Ghafir / Al – Mu’min 40 35 Zalim Zalim adalah meletakkan sesuatu/ perkara bukan pada tempatnya dan zalim adalah perbuatan menyakiti seseorang ataupun diri sendiri. Artinya “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” QS. As Sajdah 32 22 Artinya - “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.” QS. As Shaff 61 7 Dusta Dusta adalah sifat dimana memberitakan tidak sesuai dengan kebenaran, baik dengan ucapan lisan secara tegas maupun dengan isyarat seperti menggelengkan kepala atau mengangguk. Artinya “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” QS. Al Baqarah 2 10, - QS. Al Mursalat 77 10 – 19 Banyak dosa QS. Al Mutaffiffin 14 Hasil dari penyakit syahwat ini akan menyebabkan pelakunya mendapat murka Allah. Penyakit ini dapat ia sembuhkan dengan ber-mujahadah mendekat kepada Allah. 2. Sifat yang berasal dari penyakit subhat - Jahil atau bodoh QS. Az Zumar 39 65 Ragu-ragu Qs. Al Hajj 22 55 Menyimpang Qs. Al Ma’idah 50 13 Lalai Qs. Al A’raf 7 179 Puncak atau akibat dari penyakit subhat ini sangat fatal. Karena akan menyebabkan pelakunya berada pada kesesatan. Namun, ia dapat kembali kepada jalan yang lurus, saat ia mau diobati dan mengobati jiwanya dengan ilmu. BAB IV BUKTI KEBERADAAN ALLAH Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan berbagai sarana dan jalan hingga kita dapat memiliki kepercayaan kepada-Nya sampai kadar keyakinan yang ilmiah, sebagaimana keyakinan kita melihat benda yang dapat ditangkap dengan indra. Secara umum, ilmu ada dua katagori, yaitu ilmu dharuri aksiomatis dan ilmu nazhari teoritis. Ilmu dharuri adalah pengetahuan akan sesuatu yang tidak membutuhkan dalil, karena keberadaannya dapat disentuh dengan indra. Ketika kita berada di dpn suatu masjid, kita tidak memerlukan dalil untuk mengatakan bahwa masjid itu ada. Sedangkan ilmu yang hanya dapat diperoleh dengan dalil disebut ilmu nazhari. Misalnya luas segitiga adalah setengah kali alas kali tinggi 1/2 x a x t. Dan sesungguhnya, fenomena alam dan perangkat kehidupan yang dianugerahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dapat menuntun kita pada ma’rifat kepada-Nya dengan ma’rifat yang sangat dekat, sebagaimana ilmu dharuri yang dapat dilihat dengan mata kepala. Berikut ini kita bahas dalil-dalil yang dapat menguatkan keyakinan kita akan keberadaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. 1. Ad dalil al fithri dalil fitrah Ketika kita menghadapi musibah berat yang tak mampu kita hadapi, spontan kita akan meminta perlindungan dan pertolongan kepada “kekuatan ghaib” di balik alam ini. Inilah fitrah imaniah’ karakter dasar keimanan yang pasti muncul pada saat-saat seseorang tidak sanggup menghadapi ujian duniawi. lihat QS. Az Zumar ayat 8, Ar Rum ayat 33, An Naml ayat 62, Al Ankabut ayat 65, Lukman ayat 32, An Nahl ayat 53. Dikatakan kepada Rabi’ah al Adawiyah, seorang tokoh muslimah ahli ibadah, bahwa seseorang dapat menunjukkan seribu dalil akan adanya tuhan. Ia tertawa dan berkata, “Satu dalil sudahlah cukup.” “Apa itu ?” tanya orang itu. “Kalau kamu berjalan di tengah padang pasir, lalu kakimu tergelincir dan jatuh ke lubang sebuah sumur hingga tidak bisa keluar darinya, apa yang akan kamu perbuat ?” tanya Rabi’ah. “Kami akan berkata, ya Allah,” jawabnya. “Nah, itulah dalil…,” tegas Rabi’ah. Demikianlah fitrah manusia. Dia memang diciptakan Allah Subahanahu Wa Ta’ala di atas fitrah agama Allah, sehingga keimanan kepada Allah sesungguhnya telah bersemayam dalam hati setiap insan, siapapun orangnya dan yang lahir dari siapapun. “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” QS. Ar Rum, 30 30. Dalil lain yang mendukung QS. 7172, 2961, 439, 7514-15 2. Ad dalil al hassiy dalil panca indera Panca indra manusia diciptakan sebagai alat untuk mengenal alam benda di sekitar kita. Namun apa yang ada pada diri kita itu memiliki banyak sekali keterbatasan. Mata kita misalnya. Ada hal-hal yang sebenarnya ada di dunia ini, tetapi mata tidak mampu melihatnya. Misalnya arus listrik, udara, aroma dan sebagainya. Apa yang kita lihat juga kadang tidak menunjukkan fakta yang sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan dalam segelas air terlihat patah padahal sebenarnya tidak. Rel kereta api bila kita lihat semakin jauh terlihat bertemu pada satu ujung, padahal tidak demikian faktanya. Lautan terjauh yang kita lihat seolah-olah bertemu dengan ujung dunia, padahal realitanya tidaklah demikian. Keterbatasan indra inilah yang justru menjadi dalil bahwa sesungguhnya di balik dunia yang kita tangkap dengan indra masih terdapat dunia lain. Termasuk di dalamnya adalah dunia ghaib, di mana Allah Subahanahu Wa Ta’ala termasuk bagian darinya. Dengan demikian, barangsiapa mengingkari wujud Allah Subahanahu Wa Ta’ala hanya karena indra tidak menangkapnya, maka ia harus juga mengingkari banyak sekali realita yang ada di dunia ini, yang tidak bisa ditangkap oleh indra manusia. Benarlah apa yang Allah firmankan, “ Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” QS. Al An’am, 6 103. Dalil lain yang mendukung QS. 541, 171, 89, 3125, 3637-40 3. Ad dalil al aqli dalil akal Akal memiliki keistimewaan berupa kemampuan membuat kesimpulan dari data-data yang tertangkap panca indra kita. Kesimpulan inilah yang akan menghadirkan berbagai hakikat penting yang sangat dibutuhkan manusia dalam beragama. Seorang Arab badui suatu ketika ditanya tentang keberadaan Allah, lalu dia menunjuk seonggok kotoran onta sambil balik bertanya, Tahukah Anda, kotoran apakah itu ?’ Kotoran onta jawabnya,’ jawabnya. Sang badui kemudian bertanya lagi, Apakah Anda melihat ontanya ?” “Tidak”, jawabnya. Sang badui bertanya lagi, Lalu, bagaimana Anda bisa mengetahui bahwa kotoran itu adalah kotoran onta, tanpa Anda tahu ontanya ?” Dengan melihat ciri-cirinya,” jawabnya lagi. Sang badui kemudian berkata, “Lihatlah ke atas dan lihatlah alam semesta. Jika kotoran onta menunjukkan adanya onta tanpa harus terlihat ontanya, apakah tidak cukup bahwa alam semesta ini menunjukkan adanya pencipta tanpa harus terlihat sang pencipta ? Dialah Allah.” Allah Subahanahu Wa Ta’ala berfirman, “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.” QS. Ali Imron, 3 190-191. Dalil lain yang mendukung QS. 4153, 2788, 871-4 4. Dalil Naql Pendekatan dalili akal hanya sampai pada kesimpulan akan adanya dzat ghaib yang berada di balik alam semesta ini. Namun siapakah dia? Nash teks wahyu Al Quran memperkenalkannya dengan sangat jelas. Ayat-ayat Al Quran telah menunjukkan kepada kita akan keberadaan Sang Maha Pencipta. Ayat-ayat yang terangkai dalam Al Quran merupakan untaian mukjizat untuk menunjukkan keberadaan-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam beberapa ayat-Nya berikut ini ; “Sesungguhnya tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia sengaja menciptakan Arsy. Dia tutup malam dengan siang yang mengikutinya dengan cepat. Matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah, mencipta dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Berkat Allah, tuhan semesta alam.” QS. Al A’raf, 7 54. “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan melainkan Aku, maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” QS. Thaha, 20 14 “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada tuhan selain Dia. Raja yang Mahas Suci, yang Maha Sejahtera, yang mengkaruniakan keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Esa, yang memiliki segala keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang Membentuk rupa, yang Mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan apa yang di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” QS. Al Hasyr 22-24. Dalil lain yang mendukung QS. 482, 1788, 301-3, 159, 474 5. Ad dalil at tarikhi dalil sejarah Peninggalan situs-situs sejarah yang masih dapat kita saksikan hingga kini, menunjukkan adanya kepercayaan umat manusia akan keberadaan Tuhannya. Ritual haji di depan Ka’bah oleh musyrikin Arab, candi Borobudur di Indonesia, Pagoda Songkla dan lainnya menunjukkan pengakuan manusia akan adanya Sang Pencipta. “Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima akibat-akibat seperti itu.” QS. Muhammad,47 10. Dalil lain yang mendukung QS. 3137, 7176, 12111, 11120 BAB V MENGESAKAN ALLAH TAUHIDULLAH Tauhidullah Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat tentang keberadaan Allah, Rabb yang disifati dengan semua sifat kesempurnaan dan sifat kemuliaan, satu-satunya yang berhak diibadahi. Iman kepada Allah merupakan asas dan inti aqidah Islamiyah. Iman kepada Allah meliputi beberapa cakupan, diantaranya; Iman terhadap Rububiyah-Nya, Iman terhadap Mulkiyah-Nya, Iman terhadap Uluhiyah-Nya, Iman terhadap Asma wa Sifat-Nya. Tauhid Rububiyatullah Yaitu mentauhidkan segala apa yang dilakukan Allah, baik mencipta, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan, serta bahwasanya Dia adalah Raja, Penguasa, dan Yang mengatur segala sesuatu. Allah Sebagai AlKhaliq Kandungan Tauhid Rububiyah Allah Sebagai ArRaziq Allah Sebagai AlMudabbir Dalil-dalil yang menunjukkan pembagian Tauhid Rububiyah - QS. Al-Fatihah 1 - QS Al-A’raf 54 - QS Ar-Ra’d 16 - QS Al-Mu’minum 84-89 - QS Ghofir 64 - QS Az-Zumar 62 Penetapan Tauhid Rububiyah saja tidak menjadikan seseorang masuk, artinya penetapan keislaman seorang muslim bukan hanya tauhid Rububiyah, karena kaum Musyrikin pun ternyata menetapkannya, akan tetapi itu tidak menjadikannya sebagian Muslim lihat QS Luqman 25 Imam Ibnul Qayyi rahimahullohu ta’ala berkata; “Seandainya keimana kepada tauhid Rububiyah ini saja dapat menyelamatkan, tentunya orang-orang musyrik telah diselamatkan. Akan tetapi urusan yang amat penting dan menjadi penentu adalah keimanan kepada tauhid uluhiyah yang merupakan pembeda antara orang-orang musyrikin dan orang-orang mentauhidkan Allah. Tauhid Mulkiyatullah Yaitu mentauhidkan meng-Esa-kan Allah dalam segala perbuatan-Nya diakherat. Caranya adalah menetapkan keesaan Allah dalam kekuasaan-Nya di akhirat, terutama kekuasaan-Nya dalam menegakkan hari akhir, menyelesaikan segala urusan, menegakkan keadilan dan membalas semua perbuatan. Tauhid mulkiyah mencakup seluruh keesaan Allah dalam segala perbuatannya di akhirat. Menegakkan dan menguasai hari pembalasan Tidak ada keraguan bahwa Allah akan menegakkan hari kiamat, memusnahkan dunia dan membangkitkan kembali manusia. Pada hari itu, kekuasaan sepenuhnya di tangan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Furqan ayat 26 “Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah hari itu, satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir.” Serta disebutkan pula dalam Al-Quran surat Ghafir ayat 16-17 “Yaitu hari ketika mereka keluar dari kubur, tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. Lalu Allah berfirman "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.” Menyelesaikan semua urusan Tentang keesaan Allah dalam hal kembalinya segala urusan untuk diputuskan, disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 210 “Tiada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan malaikat pada hari kiamat dalam naungan awan, dan diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan.” Serta yang utama adalah memutuskan perselisihan dalam perkara agama, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Jatsiyah ayat 17 “Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan agama, maka mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka pengetahuan karena kedengkian yang ada di antara mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara mereka pada hari kiamat terhadap apa yang mereka selalu berselisih padanya.” Menegakkan keadilan, membuat perhitungan dan membalas semua perbuatan Tentang keesaan Allah dalam memberi hukuman dan perhitungan, disebutkan dalam AlQuran surat Al-An’am ayat 62 “Kemudian mereka hamba Allah dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, bahwa segala hukum hanya kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat.” Tentang keesaan-Nya dalam memberi balasan, pahala dan pertolongan, disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 44 “Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan.” Konsekuensi Tanda seseorang beriman kepada tauhid mulkiyah adalah ikhlas mengharapkan ampunan dan balasan hanya kepada Allah. Sebab tidak ada yang dapat memberikan kebaikan dan keselamatan di akhirat kecuali Allah. Serta tidak ada satupun makhluk yang mampu memberi pertolongan tanpa izin dari-Nya. Adapun di antara dalil-dalilnya yaitu  “Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? Tidak, maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai Nya.” QS. An-Najm 24-26  “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih. Sesungguhnya Kami takut akan adzab Tuhan kami pada suatu hari yang di hari itu orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.” QS. Al-Insan 9-10 Kedudukan tauhid mulkiyah dalam Islam Tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar. Semua cabang keimanan berasal dari tauhid dan kembali menuju kepadanya. Tauhid diibaratkan batang utama sebuah pohon dimana cabang-cabang lain berasal darinya. Dalam sebuah hadits disebutkan yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah “Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Cabang paling utamanya adalah perkataan laa ilaha illallah’ tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” Setiap bagian tauhid memiliki kedudukan masing-masing termasuk tauhid mulkiyah. Dimana tauhid asma wa sifat sebagai latar belakang penciptaan manusia, tauhid rububiyah sebagai modal bagi manusia, tauhid uluhiyah sebagai tugas bagi manusia sedangkan tauhid mulkiyah sebagai balasan bagi manusia. Dalil yang menunjukkan tentang balasan bagi orang yang bertauhid dan tidak, contohnya  “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bahwa untuk mereka ampunan dan pahala yang besar surga. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu adalah penghuni neraka.” QS. Al-Maidah 9-10  “Barangsiapa yang mati tanpa menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka ia wajib masuk surga. Dan barangsiapa yang mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka ia wajib masuk neraka.” HR. Muslim dari Jabir Tauhid Uluhiyahtullah Yakni mentauhidkan meng-Esa-kan Allah dengan segala bentuk ibadah yang nampak maupun tersembunyi, dengan ucapan maupun amalan, serta meniadakan segala bentuk ibadah kepada selain Allah. Pentingnya Kedudukan Beriman Kepada Tauhid Uluhiyah - Jin dan manusia diciptakan untuk merealisasikan tauhid Uluhiyah. QS Adz-Dzariyat 56 - Para rasul dan kitab-kitab diturunkan untuk menyeru kepada tauhid Uluhiyah. QS AnNahl 36 - Tauhid Uluhiyah pembeda antara orang-orang yang bertauhid dan orang musyrik. QS Az-Zukhruf 9 - Sebab inti permusuhan antara para Rasul dengan kaumnya adalah dalam hal Tauhid Uluhiyah. Mengenal Kalimat Laa ilaahaillallah Makna Kalimat Yakni tiada tuhan yang berhak disembah diibadahi kecuali Allah. Rasulullah bersabda “Barangsiapa meninggal dunia dan dia mengerti bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, niscaya ia akan masuk surga.” HR. Muslim Rukun-rukun Kalimat Laa ilaahaillallah memiliki 2 rukun yaitu An-Nafyu peniadaan dan Al-Itsbat penetapan. - An-Nafyu Yakni menafikan meniadakan ibadah kepada selain Allah dan pembatalan kemusyrikan serta kewajiban mengingkari segala apa disembah selain Allah. - Al-Itsbat Yakni menetapkan bahwa ibadah itu hanya ditujukan kepada Allah semata, serta meng-Esa-kan-Nya dalam segala bentuk dan macam ibadah. lihat QS Al-Baqarah 256 Syarat-syarat Kalimat Laa ilaahaillallah memiliki 7 syarat yaitu ilmu, yakin, inqiyad patuh, shidq jujur, ikhlas, dan mahabbah cinta. - Ilmu, yakni mengetahui makna kalimah Laa ilaahaillallah.’ QS Muhammad 19] - Yakin, hendaknya orang-orang yang mengucapkannya yakin. QS Al-Hujarat15 - Qabul menerima, apa yang ditunjukkan oleh makna kalimat tersebut. QS AsShaffat 35-36 - Inqiyad patuh terhadap makna yang ditunjukkannya. QS Luqman 22 - Shidq jujur, hendaknya orang-orang yang mengucapkan kalimat ini benar-benar jujur dari dalam hatinya. “Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan Yang Berhak disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya secara jujur dalam hatinya, kecuali Allah mengharamkan dirinya dari Neraka.” HR BukhariMuslim - Ikhlas, membersihkan amal dari segala debu syirik yaitu dengan cara tidak mengucapkan kalimat tersebut karena tujuan duniawi. “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah’ dengan ikhlas dari hatinya karena mengrapkan pahala melihat wajah Allah.” HR Bukhari-Muslim - Mahabbah cinta, cinta terhadap kalimat tersebut dan memahami isinya. QS AlBaqarah 256 Pengertian Ibadah Yakni sebutan nama yang mencakup apa-apa yang dicintai dan diridhoi Allah, baik yang dzohir ataupun yang bathin. Ibadah adalah perkara taufiqiyah, artinya tidak ada suatu bentuk ibadahpun yang disyariatkan kecuali berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan apa yang tidak disyariatkan berarti bid’ah mardudah bid’ah yang ditolak. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan suatu amalan yang tidak atas perintah kami, maka ia ditolak.” HR Bukhari-Muslim Ibadah digolongkan menjadi 3 bagian ibadah yakni, ibadah hati, ibadah lisan serta ibadah anggota badan. Contoh Ibadah Hati, seperti - Khauf takut - Raja’ berharap - Tawakkal, berpasrah kepada Allah - Raghbah, berkeinginan untuk mendapatkan sesuatu yang ia cintai - Rahbah, perasaan cemas yang menimbulkan keinginan untuk melarikan diri dari yang ditakutinya. Ini adalah rasa yang ditakuti dengan perbuatan. - Khsyu’ - Dan lain-lain Contoh Ibadah Lisan, seperti - Takbir - Tasbih - Tahmid - Tahlil - Dan lain-lain Contoh Ibadah Anggota Badan - Shalat - Puasa - Zakat - Haji - Dan lain-lain Paham-paham yang salah dalam masalah Ibadah Tafrith Yakni yang mengurangi masalah ibadah serta meremehkan pelaksanaanya. Ifrath Yakni berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai batas ekstrim, yang sunah mereka angkat sampai wajib, sebagaimana yang mubah sampai menjadi haram. Syarat diterimanya amal ibadah terdapat 2 yaitu ikhlasunniat niat yang ikhlas dan Ittiba’ u Rasul mengikuti contoh dari Rasulullah. Tiga pilar sentral landasan dalam ibadah meliputi Khauf/takut QS 17 57, raja’/berharap QS 17 57 dan Mahabbah/Cinta QS Al-Baqarah 165, QS 5 54 Tauhid Asma wa Sifat Yakni mentauhidkan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya tanpa tahrif, ta’thil, tamsil, takyif dan tafwidh.  Tahrif, merubah dari makna yang sebenarnya tentang nama dan sifat Allah.  Ta’thil, meniadakan seluruh atau sebagian dari nama-nama dan sifat Allah  Tamsil, menyamakan atau menyerupakan nama-nama dan sifat Allah dengan makhluknya.  Takyif, menanyakan sifat-sifat Allah kaifa yang tidak diterangkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.  Tafwidh, menyerahkan nama dan sifat Allah seluruhnya kepada Allah. Kaidah-kaidah umum dalam memahami tauhid Asma’ wa Sifat meliputi - Wajibnya beriman dengan seluruh nama-nama dan sifat Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shohih. - Tidak menyerupakan sifat-sifat Allah tersebut dengan sifat-sifat Allah. - Menutup keinginan untuk mengetahui hakikat sifat-sifat tersebut, seperti bagaimana Tangan Allah, Wajah Allah, dan lain-lain. Mengenal pembagian sifat-sifat Allah Pertama, Sifat Tsubutiyah Yakni setiap sifat yang ditetapkan Allah bagi Diri-Nya didalam Al-Qur’an dan AsSunnah. Semua sifat ini adalah sifat kesempurnaan, seperti Hayaah Hidup, Ilmu Mengetahui, Nuzul Turun, Qudrah Berkuasa, dan sifat lainnya yang merupakan sifat kesempurnaan Allah. Sifat Tsubutiyah tergolong menjadi dua macam; - Sifat Dzaatiyah, yakni sifat yang senantiasa dan selamanya tetap ada pada diri Allah Subhanahu wa Ta’ala. - Sifat Fi’liyah, yakni sifat yang terikat dengan masyi’ah kehendak Allah, seperti Istiwa, Nuzul. Kedua, Sifat Salbiyah Yakni setiap sifat yang dinafikan ditolak Allah bagi Diri-Nya melalui Al-Qur’an dan AsSunah. Dan seluruh ini adalah sifat kekurangan dan tercela bagi Allah, seperti Maut, Naum, Jahl, Nis-yan, Ajz, Ta’ab, dan sifat-sifat lainnya yang tertolak bagi Allah. Tauhidul Ibadah Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal, menurut tuntunan Islam, tauhidullah yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagian yang hakiki di alam akhirat nanti. Dan amal yang tidak dilandasi dengan tauhid akan sia-sia, tidak dikabulkan oleh Allah dan lebih dari itu, amal yang dilandasi dengan syirik akan menyengsarakannya didunia dan diakhirat. Sebagaimana Allah berfirman “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada nabi-nabi sebelum kamu, jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” [QS Az-Zumar 65-66] Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah, bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud keberadaanNya dan wahdaniyah ke-Esa-anNya dan bukan pula sekedar mengenai Asma dan sifatNya. Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui ke-Esa-an dan ke Mahakuasaan Allah dengan permintaanya kepada Allah melalui Asma dan sifat-Nya. Kaum Jahiliah Kuno yang dihadapi Rasulullah juga meyakini bahwa Pencipta, Pengatur, Pemelihara dan Penguasa alam semesa ini adalah Allah. Sebagaimana Allah berfirman “Dan sesunggunya jika kamu tanyakan kepada mereka; Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Tentu mereka akan menjawab Allah’” [QS Lukman 25] Namun kepercayaan mereka dan keyakinan mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat Muslim, yang beriman kepada Allah. Dari sini lalu timbullah pertanyaan, “Apakah hakikat tauhid itu?” Hakikat Tauhid, ialah pemurnian ibadah kepada Allah tauhidul ibadah, yaitu; menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuen, dengan menaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dengan penuh rendah diri, cinta, harap, dan takut kepadaNya. Untuk inilah sebenarnya manusia diciptakan. Dan sesungguhnya misi para Rasul adalah untuk menegakkan tauhid. Mulai Rasul yang pertama, Nabi Nuh, hingga Rasul terakhirm Nabi Muhammad. Sebagaimana firman Allah “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” [QS Adz-Dzariyat 56] “Dan sesungguhnya Kamu telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan, Sembahlah Allah saja dan jauhilah thaugat.” [QS An-Nahl 36] Tauhidul ibadah adalah ikhlasul ibadah memurnikan ibadah hanya dengan untuk Allah saja. Peng-Esa-an Allah dan ikhlasul ibadah hanya akan tercapai dan benar apabila memenuhi konsekuensi kalimat tauhid “laa ilaaha illallah” yaitu menolak segala bentuk ilah dan hanya mengakui Allah sebagai satu-satunya ilah, tiada sekutu bagi-Nya. Karena itu tauhid ibadah baru akan tercapai apabila dilakukan dengan dua sayapnya yaitu  Mengingkari Thaghut Kata thaghut diambil dari thagha yang berarti melampui batas. Menurut Imam Ibnu Taimiyah, thabhut segala sesuatu yang disikapi sebagaimana sikapnya kepada Allah, baik berupa jin, manusia, maupun makhluk lainnya. Demikian itu karena sesungguhnya yang berhak mendapatkan peribadatan hanyalah Allah. Ketika ada dzat lain yang mendapat perlakuan sebagaimana Tuhan atas permintaanya atau diperlakukan oleh pihak lain padahal tidak pantas mendapat perlakuan demikian, maka itulah perlakuan yang melampaui batas hingga ia disebut thaghut. Untuk menjamin kemurnian tauhidul ibadah, penolakan terhadap thaghut harus dilakukan secara preventif-antisipatif sehingga setiap muslim diperintahkan untuk menjauhi thaghut agar tidak terlibat dalam kemusyrikan, betapa pun kecil dan samar. Diantara karakteristik orang yang bertaqwa adalah menjauhi thaghut. Sebagaimana Allah berfirman “Diatas mereka ada lapisan-lapisan dari api dan dibawahnya juga disediakan lapisanlapisan yang disediakan bagi mereka. Demikianlah Allah mengancam hamba-hamba-Nya dengan azab itu. “Wahai hamba-hamba-Ku, maka bertakwalah kepada-Ku. {16} Dan orang-orang yang menjauhi thaghut yaitu tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, mereka pantas mendapat kabar gembira; sebab itu sampaikanlah kabar gembira itu kepada hamba-hamba-Ku. {17} yaitu mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat. {18}” [QS Az-Zumar 16-18] Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengatakan bahwa kemusyrikan itu lebih tersembunyi disbanding bekas tapak kaki seekor semut hitam diatas batu karang dikegelapan malam. HR. Ahmad  Iman Kepada Allah Diatas penolakannya terhadap thaghut itu, manusia harus membangun imannya kepada Allah. Demikian itu karena apabila ia hanya menolak tuhan-tuhan tapi tidak percaya kepada Tuhan yang satu, pada saat itu ia disebut atheis. Saat itu ia telah mempertuhankan dirinya sendiri, berarti ia telah thaghut melampaui batas dan inilah yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an. “Sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, ia memandang dirinya serba cukup.” [QS Al-Alaq 6-7] Iman yang hanya diberikan kepada Allah haruslah diwujudkan dalam bentuk ibadah penghambaan dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Misi pembebasan manusia dari pengambaan atas sesama makhluk kepada penghambaan Allah inilah yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul. “Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat untuk menyerukan, Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut’, kemudian diantara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah da nada ppula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan rasul-rasul.” [QS An-Nahl 36] Dengan dua sayap tauhid inilah, pemurnian ibadah hanya kepada Allah dapat dicapai, dengannya pula seseorang disebut telah berpegang pada tali yang kokoh. “Tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam, sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” [QS Al-Baqarah 256] Akhtar Asy-Syrik Bahaya Syirik Syirik adalah itikad ataupun perbuatan yang menyamakan sesuatu selain Allah dan disandarkan pada Allah dalam hal rububiyyah dan uluhiyyah. Thaghut Al-Allamah Ibnu Qayyim telah mendefinisikan Thaghut secara menyeluruh, dia berkata Thaghut adalah segala apa saja yang disikapi seorang hamba dengan melampaui batas padanya, baik dalam bentuk sesembahan, atau yang diikuti, atau yang ditaati. Thaghut adalah segala sesuatu yang diabdi selain Allah dan dia ridho diibadahi. Artinya “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembalimu.” QS. Al – Alaq 96 6 – 8 Macam – macam thaghut 1. Syetan QS. Yaasiin 36 60, An –Nisaa 4 118, Ibrahim 14 22 2. Pemerintah Zalim QS. Al – Ma’idah 5 44, 45, 47 3. Hukum Jahiliyah QS. An – Nisaa 4 60, Al – Ma’idah 5 50 4. Dukun dan tukang sihir QS. Al – Jin 72 6, Al – Baqarah 2 102 5. Berhala QS. An – Nisaa 4 117, Ibrahim 14 35-36 Bahaya syirik 1. Kedzaliman yang besar QS. Luqman 31 13 2. Tidak mendapat ampunan QS. An – Nisaa 4 48 3. Kesesatan yang jauh QS. An – Nisaa 4 60 & 116 4. Diharamkan surga QS. Al – Ma’idah 5 72 5. Masuk neraka QS. Al – Ma’idah 5 72 6. Dihapuskan amal QS. Az – Zumar 39 65, Al – An’am 6 88 REFERENSI 1. Materi akidah Islamiyah PPM Daarut Tauhiid oleh Abu Nida’ Mardais Al – Hilali 2. Kitab Tauhid Karangan Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab 3. 2008. Ma’rifatullah bagian 2. . Diakses 07-11-2015 4. Al-Qur’an Sunnah. akhlaq/58-tauhid-3/bab-i/627-13-kufur-definisi-dan-jenisnya. Diakses 07-11-2015 5. dll

Materipertama adalah Ma'rifatullah. artinya mengenal Allah. MAteri yang awalnya saya anggap enteng saja. materi dimulai dengan sebuah games. Nah gini teman-teman liqo disuruh menahan napas selama 5 detik, kmudian di tambah menjadi 10 detik, begitu seterusnya hingga kami "ngos2an".
Ilustrasi Apa itu Marifatullah. Foto. dok. Faseeh Fawaz Islam kita sering kali menemukan istilah marifatullah, bukan? Istilah ini rupanya banyak disebut dalam berbagai kajian keagamaan, khususnya agama Islam. Untuk memahaminya dengan benar, mari kita simak pengertian apa itu marifatullah secara lengkap dalam artikel Marifatullah dalam Islam Lengkap dengan Cara MencapainyaSetiap umat Muslim yang gemar mendatangi kajian agama Islam dalam berbagai majelis taklim tentunya sudah tak asing dengan istilah marifatullah. Istilah marifatullah yang dapat diartikan sebagai mengenal Allah ini rupanya juga cukup populer di kalangan umat Muslim secara umum. Istilah marifatullah yang berasal dari kata a'rofa, ya'rifu yang berarti mengenal. Ma'rifatullah juga dapat diartikan sebagai adalah upaya manusia untuk mengenal Allah lebih jauh sehingga membuat kadar keimanan dan ketaqwaan seorang Muslimin atau Muslimah menjadi lebih lengkap pemaparan mengenai Arti Ma'rifatullah dijelaskan dalam buku berjudul Mendaki Tangga Ma’rifat Menggali Potensi Indra Keenam, Meraih Misteri Karomah yang disusun oleh Syekh Ibnu Jabr ar-Rummi 2020 23.Ilustrasi Apa itu Marifatullah. Foto. dok. Rachid Oucharia buku tersebut dibahas bahwa ma'rifatullah dapat diartikan sebagai mengenal Allah. Lebih lengkap, dalam buku tersebut juga memaparkan bahwa ma'rifatullah artinya mengenal Allah. Ma'rifat dari akar kata 'arif yang artinya tahu atau mengenal. Bahkan istilah marifatullah juga cukup identik dengan kesempurnaan iman dan takwa kepada sebuah ayat Alquran menjelaskan bahwa seorang yang telah mencapai tahap marifatullah maka akan memiliki ketakwaan yang tinggi. Ayat tersebut berbunyiإِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُArtinya Sesungguhnya yang takut kepada Allâh diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu mengenal Allâh Azza wa Jalla ” QS. Fathir 28.Untuk dapat mencapai tahap marifatullah, seorang Muslim perlu mengenal Allah dengan berbagai cara. Dalam buku berjudul Desain Pendidikan Karakter yang disusun oleh Dr. Zubaedi, 2015 130 yang memaparkan bahwa pengenalan akan eksistensi manusia adalah merupakan suatu jalan untuk menuju pengetahuan akan hakikat Apa itu Marifatullah. Foto. dok. afiq fatah untuk sampai pada ma'rifatullah, maka terlebih dahulu seseorang harus mengenal hakikat dirinya sendiri. Itulah sebuah jalan yang pertama-tama harus dilalui. Seorang hamba yang telah mencapai tahap ma'rifatullah akan memiliki ketakwaan dan keimanan yang tinggi kepada Allah dapat diraih dengan berbagai cara. Mulai dari mengenal nama-nama baik Allah atau Asmaul Husna, mempelajari sifat-sifat wajib dan mustahil Allah, bahkan mengenal bentuk-bentuk makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Dengan begitu, kita akan semakin sadar betapa besar kekuasaan Allah terhadap seluruh makhluk di muka bumi dia penjelasan lengkap mengenai apa itu marifatullah lengkap dengan cara meraihnya dapat Anda terapkan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan diri sehingga kita menjadi hamba Allah yang selalu dirahmati dan diridhoi Allah. DAP
. 361 100 325 135 147 400 51 318

pertanyaan tentang ma rifatullah