Pihakpihak yang terlibat pemaksaan pemakain jilbab bagi siswi perlu diselesaikan secara terukur dan tuntas agar tidak ada lagi korban serupa. Mengenakan jilbab memang kewajiban setiap muslimah. Namun, bukan berarti setiap orang bisa memaksakannya kepada orang lain. Apalagi di sekolah negeri. Pendidikan mestinya bisa membebaskan umat manusia.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. X pake jilbab bagi muslimah itu pilihanY salah, kewajiban donkX eh…pilihanY kewajibanX pilihanY kewajiban X pilihanY kewajiban X pilihanY kewajiban X pilihanY kewajiban X iiih...neh, contohnya di rumahku ada satu lemari kerudung, apakah wajib dipakai semuanya?Y ya dipilih donk, masa dipakai semuanya, emang situ ondel2?X nah, betulkan ...pake jilbab itu pilihan... Lihat Humor Selengkapnya
KomentarArtikel : X : pake jilbab bagi muslimah itu pilihan Y : salah, kewajiban donk X : ehpilihan Y : kewajiban X : pilihan Y : kewajiban X : pilihan Y :
Perempuan dan anak Indonesia telah mengalami tekanan yang kuat di tempat kerja dan sekolah untuk mengenakan pakaian yang dianggap Islami, demikian menurut lembaga advokasi hak asasi manusia Human Rights Watch HRW dalam laporan yang dirilis Rabu 18/3. Selama dua dekade terakhir, banyak siswi sekolah, pegawai negeri sipil, dan pekerja di kantor pemerintah lainnya yang terpaksa harus mengenakan jilbab karena peraturan yang diskriminatif, kata HRW. “Desakan atau persetujuan pemerintah untuk menekan perempuan dan anak perempuan memakai jilbab, dengan dalih kewajiban dalam Islam, adalah serangan terhadap hak asasi mereka atas kebebasan beragama, berekspresi, dan privasi,” kata laporan tersebut. “Bagi banyak orang, ini adalah bagian tekanan yang lebih luas terhadap kesetaraan gender dan kemampuan perempuan dan anak perempuan untuk mendapatkan berbagai hak, seperti untuk memperoleh pendidikan, pekerjaan, dan jaminan sosial.” Pada tahun 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan peraturan tentang seragam sekolah, yang secara luas, ditafsirkan mewajibkan siswi Muslim mengenakan jilbab sebagai bagian dari seragam sekolah negeri. Sebelum dan sejak peraturan tersebut, banyak pemerintah daerah membuat ratusan peraturan bernuansa syariat, termasuk aturan dengan sasaran perempuan dan anak perempuan serta pakaian mereka. Seorang ibu di Yogyakarta menceritakan, anaknya yang tidak tahan menghadapi tekanan guru dan sekolah saat tahun ajaran kedua ’Meskipun sekolah dan guru tidak secara eksplisit kalau harus mengenakan jilbab namun mereka memberikan komentar yang tidak diinginkan. Tekanannya implisit namun terus menerus,’’ kata ibu itu seperti dikutip di laporan HRW. Ketika ditanya soal peraturan itu, sang guru hanya menjawab, "Oh, saya hanya mengikuti peraturan sekolah.” “Kami pulang dan mempelajarinya peraturan sekolah. Saat itulah saya mengetahui bahwa meski aturan itu tidak menyebutkan siswi wajib memakai jilbab, dari cara mereka mengucapkannya, aturan itu memberi kesan bahwa jika seorang siswi beragama Islam ia harus memakai jilbab,” ujar orang tua tersebut kepada HRW. Aturan jilbab juga mempengaruhi pegawai negeri perempuan di Indonesia. Seorang dosen sebuah universitas negeri di Jakarta, yang tak mau namanya disebut, mengatakan ia berada di bawah tekanan untuk mengenakan jilbab meski tidak ada aturan kampus terkait itu. Papan besar di kampusnya bertuliskan bahwa semua pengunjung dianjurkan untuk mengenakan “busana Muslim.” Akhirnya pada Maret 2020 ia memutuskan mengundurkan diri. “Saya menerima komentar mengapa tidak menutupi aurat sebagai seorang Muslim? Saya trauma dengan komentar dan pertanyaan dan merasa kecil hati, jadi saya memutuskan berhenti bekerja,” ujarnya kepada HRW. Bahkan seorang pegawai negeri di Cianjur mengatakan ia diharuskan mengenakan jilbab dan gamis saat bekerja di kantor kelurahan. “Saya tidak setuju dengan campur tangan pemerintah dalam hal jilbab. Saya khawatir akan makin berkepanjangan, dengan tuntutan agar jilbab lebih panjang dan makin membatasi gerakan. Saya takut mereka akan menambah aturan lain seperti jam malam.” Perundungan Peneliti HRW di Indonesia, Andreas Harsono, mengatakan dalam sebuah diskusi, murid perempuan kerap menerima pelecehan, perundungan dan ancaman dari guru apabila tidak menggunakan jilbab. “Dalam pendidikan di seluruh dunia, perundungan itu sangat dilarang. Ini melanggar kebebasan berekspresi, kebebasan beragama dan ranah pribadi seorang anak,” ujar dia. “Memakai jilbab itu harusnya pilihan bukan paksaan atau kewajiban,” ujar dia. Pemantau Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan Komnas Perempuan, Dahlia Madanih mengatakan aturan berpakaian di daerah seperti kewajiban menggunakan jilbab biasanya akan dicontoh daerah lainnya. “Daerah lain meniru dan memaksa pegawai Negeri Sipil PNS perempuan dan anak untuk berjilbab. Jilbab dipandang sebagai simbol kesalehan dan akhlak yang baik namun kewajiban ini jelas tidak bisa disamakan dengan meningkatnya moralitas.” ujar dia. Pakar hukum Indonesia dari Melbourne University, Tim Lindsay mengatakan situasi tersebut sebagai lubang hukum. “Ini problem besar di Indonesia karena peraturan pelaksanaan undang-undang di Indonesia bisa lebih berpengaruh daripada undang-undangnya sendiri. Peraturan wajib jilbab misalnya bisa lebih berpengaruh, bahkan bertentangan, dengan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Tidak ada paksaan’ Menanggapi laporan HRW, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia MUI, Amirsyah Tambunan, membantah kalau peraturan wajib mengenakan jilbab merupakan sebuah paksaan. “Sebab yang saya lihat di masyarakat berpakaian jilbab bagi wanita Islam merupakan kesukarelaan dan tidak ada paksaan,” ujar dia kepada Benarnews. Menurut dia tidak ada tindakan diskriminatif dalam aturan berpakaian Muslim. “Atas dasar apa HRW melaporkan bahwa mengajak perempuan mengenakan jilbab merupakan tindakan diskriminatif terhadap perempuan. Apakah substansi dan metodologinya sudah lurus sesuai fakta yang ada di lapangan.” ujar dia. Ia mengimbau masyarakat dan peneliti melakukan klarifikasi dan validasi yang akurat. “Pakaian jilbab itu bukan paksaan tapi justru kesukarelaan dari masing-masing individu,” ujar dia. Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kemen PPA, Lenny N Rosalin mengatakan pihaknya perlu melakukan kajian atas setiap peraturan yang berlaku. “Salah satu prinsip dalam hak anak itu adalah non-diskriminasi tentunya di semua segmen kehidupan untuk berikan kepentingan terbaik bagi anak. Kementerian kami akan memberikan respons yang tegas atas setiap dugaan diskriminasi yang terjadi,” ujarnya kepada BenarNews. Terkait penggunaan seragam jilbab, ia menilai pemerintah perlu memantau dan mengevaluasi tiap laporan yang masuk. “Apalagi kalau sampai menimbulkan korban, seperti bullying dan pelecehan, sehingga aspek diskriminasi memberikan dampak terhadap anak maka kita harus melakukan langkah-langkah,” ujarnya. “Seperti berkoordinasi dengan Kemendagri, misal Perda yang diskriminatif terhadap perempuan kita sosialisasi, mungkin akan ada peraturan yang disempurnakan atau juga dicabut untuk pasal diskriminatif.” Hingga berita ini diterbitkan, Kementerian Agama menolak untuk berkomentar. Sementara Kepala Staf Presiden dan Juru Bicara Presiden tidak bisa dihubungi. Setelah sebuah video protes dari orangtua seorang siswi non-Muslim di sekolah kejuruan negeri di Padang yang dipaksa menggunakan jilbab, viral di sosial media awal tahun ini, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama SKB Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama pada 3 Februari 2021 mengenai pelarangan sekolah negeri dan otoritas daerah di Indonesia untuk mewajibkan penggunaan seragam dan simbol agama. “Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan ini ditetapkan,” ujar Menteri Pendidikan Nasional Nadiem Makarim ketika itu. Hingga berita ini diturunkan belum ada laporan resmi tentang bagaimana implementasi dari peraturan tersebut.
Tolong bedain antara "jilbab itu pilihan" atau "melakukan kewajiban itu pilihan" Jilbab bukan pilihan. Jilbab kewajiban. Tp urusan melakukan kewajibannya, memang manusia diberi pilihan, mau taat atau engga. Toh resiko ditanggung masing2. الجزاء من جنس العمل"
Jakarta - Islam memerintahkan kepada wanita muslim untuk menutup aurat mereka. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga kaum perempuan dari fitnah dan dalam buku Fiqh Perempuan oleh Husein Muhammad, aurat berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti celah, kekurangan, sesuatu yang memalukan atau sesuatu yang dipandang buruk dari anggota tubuh manusia, dan yang menyebabkan malu bila sejumlah firman Allah yang secara jelas mensyariatkan untuk menutup aurat bagi perempuan muslim, salah satunya tercantum dalam Surah An-Nur ayat 58. وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ ...Arab Latin Wa qul lil-mu`mināti yagḍuḍna min abṣārihinna wa yaḥfaẓna furụjahunna wa lā yubdīna zīnatahunna illā mā ẓahara min-hā walyaḍribna bikhumurihinna 'alā juyụbihinna wa lā yubdīna "Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya bagian tubuhnya, kecuali yang biasa terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya auratnya."Ayat di atas memerintah kaum hawa untuk tidak memperlihatkan bagian tubuhnya yang termasuk aurat dengan penutup kain ke dadanya. Penutup yang dimaksud di sini bisa berupa pakaian yang longgar sehingga tidak membentuk lekuk tubuh wanita muslim, seperti dari buku Ijtihad Maqasidi karya Dr. A. Halil Thahir, MHI, arti jilbab secara bahasa yakni qamis berarti gamis atau kemeja. Secara istilah, jilbab adalah pakaian panjang yang dijadikan mantel oleh perempuan, ditaruh di atas bajunya, dapat menutupi seluruh badannya dan berjilbab tertulis dalam firman Allah Surah Al-Ahzab ayat النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًArab Latin Yā ayyuhan-nabiyyu qul li`azwājika wa banātika wa nisā`il-mu`minīna yudnīna 'alaihinna min jalābībihinn, żālika adnā ay yu'rafna fa lā yu`żaīn, wa kānallāhu gafụrar "Wahai Nabi Muhammad, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."Surah Al-Ahzab ayat 59 menjelaskan perintah menutup aurat bagi wanita muslim dengan jilbab. Yang merupakan aurat bagi perempuan menurut ulama Syafi'i, Maliki, dan Hanafi adalah seluruh anggota tubuhnya, kecuali wajah dan telapak itu, jilbab dalam Islam bagi muslimah menjadi suatu kewajiban. Sebagaimana penjelasannya tercantum dalam surat Al-A'raf ayat 26 yang berbunyiيَٰبَنِىٓ ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَٰرِى سَوْءَٰتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَArab-Latin Yā banī ādama qad anzalnā 'alaikum libāsay yuwārī sau`ātikum warīsyā, wa libāsut-taqwā żālika khaīr, żālika min āyātillāhi la'allahum yażżakkarụnArtinya "Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat."Mengutip dalam buku Muhammad Masykur yang berjudul Wanita-wanita yang Dimurkai Nabi disebutkan bahwa seorang wanita hanya boleh menampakkan aurat kepada suaminya atau muhrimnya. Simak Video "Polisi Bebaskan Wanita di Medan yang Simpan Al-Quran Dekat Sesajen" [GambasVideo 20detik] lus/lus
WaktuBaca: 8 menit. 34. Baca pembahasan sebelumnya: Kata JIL: Jilbab Bukan Kewajiban Namun Pilihan (Bag. 1) Masih melanjutkan beberapa kerancuan yang disuarakan oleh orang Liberal, terutama yang kami sanggah adalah kerancuan yang disampaikan Bu Musdah Mulia. Beliau adalah salah seorang tokoh JIL dan Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ).
Oleh Irma Setyawati, Aktivis Muslimah Pasuruan [email protected] JILBAB bukanlah sebuah pilihan, tetapi merupakan sebuah kewajiban yang di perintahkan oleh Allah SWT. Ketika sudah berusia baligh, seorang wanita wajib berjilbab. Tidak ada alasan untuk tidak memakainya. Karena perintah tersebut di sampaikan oleh Allah SWT dengan tegas dan jelas di dalam Alquran. Allah SWT berfirman “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan, Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Qs. Al-Ahzab 59 BACA JUGA Benarkah Cadar atau Jilbab Budaya Arab? Ibnu Katsir ra. menjelaskan, “Allah Ta’ala memerintahkan kepada Rasulullah SAW agar dia menyuruh wanita-wanita mukmin, istri-istri dan anak-anak perempuan beliau agar mengulurkan jilbab keseluruh tubuh mereka. Sebab cara berpakaian yang demikian membedakan mereka dari kaum wanita jahiliah dan budak-budak perempuan,” Tafsir Ibnu Katsir. Bahkan ancaman bagi wanita yang sudah baligh dan tidak berjilbab juga cukup keras di sampaikan oleh Rasulullah yang juga menjadi bukti bahwa jilbab adalah sebuah kewajiban bukan pilihan. Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat 1 Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan 2 para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian,” HR. Muslim no. 2128. Upaya mengaburkan kewajiban jilbab Ketika kita merujuk pada dalil di atas, sungguh apa yang di sampaikan oleh Sinta Nuriyah, istri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib untuk memakai jilbab itu sangat tidak berdasar. Sinta Nuriyah di YouTube channel Deddy Corbuzier pada Rabu 15/1/2020 menyatakan “ bahwa setiap muslimah tidak wajib untuk mengenakan jilbab karena memang begitu adanya yang tertulis di Al Qu’ran jika memaknainya dengan tepat. Enggak juga semua muslimah harus memakai jilbab, kalau kita mengartikan ayat dalam Alquran itu secara benar,” kata Sinta. Selama ini ia berusaha mengartikan ayat-ayat Alquran secara kontekstual bukan tekstual. Sinta juga mengakui bahwa kaum muslim banyak yang keliru mengartikan ayat-ayat Alquran karena sudah melewati banyak terjemahan dari berbagai pihak yang mungkin saja memiliki kepentingan pribadi. Dipengaruhi oleh adat budaya setempat, cara berpikir dia juga itu memengaruhi pemahaman terhadap ayat-ayat agama yang bukan menjadi bahasanya, yang sama bahasanya pun bisa salah juga mengartikannya,” kata Sinta. Anaknya, Inayah Wahid yang berada di sebelahnya pun setuju dengan pendapat Sinta. Menurut dia, penafsir memang harus memiliki berbagai persyaratan untuk mengartikan ayat-ayat Alquran. “Enggak boleh orang menafsirkan dengan sembarangan,” kata Inayah. Keduanya pun menyadari setelah berkata demikian akan banyak yang tidak setuju dengan pandangannya hingga mendapatkan perisakan oleh netizen. Namun mereka juga tidak ingin memaksakan orang di luar sana untuk setuju dengan mereka. Metodologi memahami nash Alquran Alquran adalah sumber dan rujukan utama dalam ajaran-ajaran agama Islam sehingga sudah merupakan kewajiban bagi kita untuk berpegang teguh kepada Alquran. Karena jelas, Alquran adalah wahyu yang diturukan oleh Allah melalui perantara Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Namun pada praktik penerapannya, kita sangat membutuhkan sebuah metodologi agar dapat menguraikan maksud dari ayat-ayat Alquran. Metodologi tersebut adalah tafsir Alquran. Tafsir berasal dari kata fas-sa-ra. Secara etimologis dapat diartikan keterangan atau penjelasan yang menerangkan maksud dari suatu lafazh’. Seperti yang telah disinggung dalam Alquran “Dan mereka orang-orang kafir itu tidak datang kepadamu membawa sesuatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling baik.” QS. al-Furqaan 33 Secara singkat, tafsir dapat didefinisikan sebagai ilmu yang membantu memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan menggunakan metode dan aturan-aturan tertentu. Menurut Abdurrahman Al-Baghdadi, menafsikan Alquran haruslah dengan cara yang sesuai dengan Alquran itu sendiri. Yaitu dengan tekstual, dan bukan dengan kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi. Kemudian kita juga harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dikemukakan oleh Alquran, yaitu dengan mempelajarinya secara ijmal garis besar sehingga hakikat yang dikemukakan oleh Alquran itu tampak jelas. Selain itu juga kita harus mempelajari dari segi lafazh dan maknanya sesuai dengan ketentuan bahasa Arab dan keterangan Rasulullah SAW. Dan untuk memahami ayat-ayat kauniah, kita juga membutuhkan wawasan khusus tentang ilmu pengetahuan sains yang berkembang dari waktu ke waktu. Karena Alquran adalah Risalah Ilahiah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, maka orang tidak akan mungkin dapat memahami semua isinya secara benar kecuali melalui apa yang telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam As-Sunnah Al-Hadits. Seperti yang telah dijelaskan oleh Allah bahwa Alquran diturunkan kepada Rasul-Nya untuk dijelaskan ayat-ayatnya kepada manusia, sebagaimana yang termaktub dalam firman-Nya; “…Dan Kami turunkan az-zikr Alquran kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan isi kandungan Alquran.” QS. an-Nahl 44 Dengan kata lain orang yang ingin menafsirkan Alquran harus menguasai As-Sunnah, yang dalam hal ini adalah memahami sepenuhnya nash teks As-Sunnah, memahami setiap ide dan setiap hukum yang terkandung di dalamnya dan mengetahui tujuan yang dimaksud oleh kata-katanya, bukan hanya sekedar hafal susunan kalimatnya. BACA JUGA Dokter Wanita Muslim Ini Temukan Jilbab Steril Sekali Pakai untuk Keperluan Medis Tidak hanya sampai di situ. Masih banyak lagi ketentuan-ketentuan lain yang wajib kita ikuti untuk dapat menafsirkan Alquran. Seperti mengetahui dan memahami kisah-kisah sejarah di dalam Alquran atau berita tentang berbagai umat manusia pada zaman dulu yang bersumber dari Rasulullah. Kemudian kita juga harus mengetahui berbagai ilmu yang mendukung metode tafsir seperti ilmu Tauhid, ilmu Fiqih, ilmu I’rab gramatika, ilmu Balaghah, ilmu sejarah dan lain sebagainya. Standar ketentuan semacam itu akhirnya akan melahirkan tafsir Alquranyang benar-benar baik dan bisa dipertanggungjawabkan. Dan produk dari tafsir itu sendiri tidak akan keluar dari koridor-koridor ajaran Islam. Sehingga Alqurantetap dapat diterapkan di setiap tempat dan zaman fi kulli makan wa zaman tanpa harus mengubah hukum-hukum yang telah qoth’i dalam Alquran. Termasuk kewajiban jilbab yang dengan tegas di sampaikan oleh Allah SWT di dalam Alquran dan As Sunnah yang sudah tidak perlu di tafsir ulang, karena hal itu akan membawa bahaya besar bagi pengaburan seruan yang bersifat wajib akhirnya hanya menjadi sebuah pilihan. Tentunya ada bahaya yang lebih besar dari itu adalah akhirnya banyak kaum muslimah yang meninggalkan kewajiban tersebut dan terperosok melakukan dosa besar di hadapan Allah SWT tanpa dia sadari akibat pernyataan-pernyataan salah yang keluar dari mulut orang-orang yang selama ini “di anggap mengerti agama,” padahal faktanya menjadi perusak ajaran agama itu sendiri. []
. 438 286 135 424 446 356 415 380
jilbab itu wajib bukan pilihan